Makalah Pengelolaan Hama Terpadu
PENGAWASAN DAN PENCEGAHAN PENYEBARAN HAMA OLEH BADAN
KARANTINA TUMBUHAN
OLEH :
AGUSTINUS F JAWAK
HENGKI HERMAWAN
DASRIL ADAMI
EMA SURYANI
ARIYANTO
BAB I
PENDAHULUAN
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
DARUSSALAM
- BANDA ACEH
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Karantina di Indonesia
Terminologi
“karantina” berasal dari bahasa Latin “QUARANTA” yang berarti empatpuluh.
Istilah tersebut lahir sekitar abad XIV, ketika penguasa di Venezia menetapkan
batas waktu yang diberlakukan untuk menolak masuk dan merapatnya kapal yang
datang dari negara lain, untuk menghindari terjangkitnya penyakit menular. Awak
kapal dan penumpangnya diharuskan untuk tinggal dan terisolasi di dalam kapal
selama 40 hari, untuk mendeteksi kemungkinan terbawanya penyakit.
Sejarah telah
berulangkali membuktikan bahwa hama atau penyakit pada makhluk hidup, termasuk
hewan dan tumbuh-tumbuhan, dapat menular dari satu wilayah ke wilayah Negara
lain melalui lalu lintas manusia atau benda-benda yang menjadi media pembawa.
Untuk hama dan penyakit hewan, penularannya dapat terjadi melalui lalu-lintas
hewan dan produk-produknya, organisme pengganggu tumbuhan dapat menyebar
melalui tanaman hidup dan bagian tanaman.
Sejarah
Karantina Pertanian di Indonesia telah diawali sejak jaman penjajahan Hindia
Belanda, hal ini diawali dengan adanya penyebaran penyakit karat daun kopi yang
disebabkan oleh Hemileila vastatrix di Srilangka. Pemerintah kolonial menyadari
bahwa pada saat itu perkebunan kopi di Indonesia merupakan sumber utama
pendapatan. Menyadari akan ancaman penyakit tersebut maka pemerintah berusaha
keras mencegah penyebaran penyakit tersebut ke Indonesia. Sebagaimana diketahui
Areal perkebunan kopi berkembang luas, khususnya di Jawa, sejak Gubernur
Jenderal Van den Bosch memperkenalkan Sistem Tanam Paksa ( Cultuurstelsel )
pada tahun 1832. Bertitik tolak dari kecemasan Hindia Belanda terhadap penyakit
kopi, lahirlah Ordonansi 19 Desember 1877 (Staatsblad No.262) yang melarang
pemasukan tanaman kopi dan biji kopi dari Srilanka. Ordonansi tersebut
merupakan pertama kali yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda dalam bidang
perkarantinaan tumbuhan di Indonesia.
Beberapa
waktu setelah terbitnya Ordonansi pertama, terbit Ordonansi baru yaitu
Ordonansi 28 Januari 1914 (Staatsblad No.161) yang mengatur tentang pengawasan
terhadap pemasukan buah-buahan segar dari Australia yang dilakukan oleh seorang
ahli. Penyelenggaraan kegiatan perkarantinaan secara institusional di Indonesia
secara nyata baru dimulai oleh sebuah organisasi pemerintah bernama Instituut
voor Plantenzekten en Cultures (Balai Penyelidikan Penyakit Tanaman dan
Budidaya) Pada saat yang bersamaan dapat diketahui bahwa di daerah bagian barat
Ausatralia sedang terjangkit hama lalat buah (Mediteranean Fruitfly) atau
dikenal dengan nama latin Ceratitis capitata. Dari ordonansi inilah dibentuk
organisasi penyelenggaraan kegiatan perkarantinaan secara konstitusi bernama
Instituut voor Platenziekten en Cultures (Balai Penyelidikan Penyakit Tanaman
dan Budidaya).
Pada tahun 1930 pelaksanaan
kegiatan operasional karantina di pelabuhan-pelabuhan diawasi secara sentral
oleh Direktur Balai Penyelidikan Penyakit Tanaman dan Budidaya, serta
ditetapkan seorang pegawai Balai yang kemudian diberi pangkat sebagai
Plantenziektenkundigeambtenaar (pegawai ahli penyakit tanaman)
Akan tetapi
sejak tahun 1939 organisasi karantina yang melaksanakan operasional karantina
tumbuhan mengalami perkembangan dan perubahan. Pada tahun tersebut telah
ditetapkan Dinas Karantina Tumbuh-tumbuhan (Plantequarantine Dienst) yang
menjadi salah satu Seksi dari Balai Penyelidikan Hama dan Penyakit Tanaman
(Instituut voor Plantenziekten). Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian tahun
1957 Dinas Karantina Tumbuh-tumbuhan ditingkatkan statusnya dari status Seksi
menjadi status Bagian.
Pada tahun
1957 dengan Keptusan Menteri Pertanian, dinas tersebut ditingkatkan statusnya
menjadi Bagian.
Pada tahun
1961 BPHT diganti namanya menjadi LPHT (Lembaga Penelitian Hama dan Penyakit
Tanaman) yang merupakan salah satu dari 28 lembaga penelitian dibawah Jawatan
Penelitian Pertanian. Sebagai kelanjutan kegiatan perkarantinaan pasca
kemerdekaan, pemerintah menetapkan Undang-undang No. 2 Tahun 1961 tanggal 17
Februari 1961 (Lembaran Negara Nomor. 9/1961) serta Peraturan Pelaksanaan
Nomor. 6/PMP/1961 dan Nomor. 7/PMP/1961 yang ditunjukkan kepada Direktur
Lembaga Pengawetan Alam, Kebun Raya Bogor. Adapun pelaksanaannnya dilakukan
oleh senior karantina tumbuhan sebelum era TC Inspektur Karantina Tumbuhan
Ciawi Bogor.
Tahun 1966
dalam reorganisasi dinas karantina tumbuhan tidak lagi ditampung dalam
organisasi Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) yang merupakan penjelmaan
LPHT. Kemudian Karantina menjadi salah satu Bagian di dalam Biro Hubungan Luar
Negeri Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.
Pada tahun
1969, status organisasi karantina tumbuhan diubah kembali dengan ditetapkannya
Direktorat Karntina Tumbuh-tumbuhan yang secara operasional berada dibawah
Menteri Pertanian dan secara administratif dibawah Sekretariat Jenderal. Dengan
status Direktorat tersebut, status organisasi karantina tumbuhan meningkat dari
eselon III menjadi eselon II.
Perkembangan
organisasi karantina selanjutnya adalah dengan ditetapkannnya Surat Keputusan
Menteri Pertanian Nomor. 178/Kpts/Org/4/1973 tahun 1973 tentang pemberian
kewenangan dari Jawatan Pertanian Rakyat kepada Direktorat Karantina
Tumbuh-tumbuhan.
Pada tahun
1974 organisasi karantina diintegrasikan dalam suatu wadah Pusat Karantina
Pertanian di bawah pengawasan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Seiring
dengan perkembangan era Orde Baru, organisasi Direktorat Karantina Tumbuhan
diubah menjadi Pusat Karantina Pertanian dengan dibentuk cabang Karantina
Tumbuhan di seluruh Indonesia dengan status non struktural.
Tahun 1980
berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.453/Kpts/Um/Org/6/1980 tahun 1980
dan 861/Kpts/OT-210/12/1980 tanggal 21 Desember 1980, organisasi Pusat
Karantina Pertanian (yang notabene baru diisi karatina tumbuhan ex Direktorat
Karantina Tumbuhan), mempunyai rentang kendali manajemen yang luas. Pusat
Karantina Pertanian pada masa itu terdiri dari 5 Balai (eselon III), 14 Stasiun
(eselon IV), 38 Pos (eselon V)dan 105 Wilayah Kerja (non structural)yang
tersebar diseluruh Indonesia.
Pada tahun
tahun 1983 unsur Pusat Karantina Pertanian yang terdiri atas karantina tumbuhan
dan hewan diintegrasikan. Selain itu status sebelumnya di bawah pengawasan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dialihkan kembali ke Sekretaris
Jenderal dengan pembinaan operasional secara langsung di bawah Menteri Pertanian.
Sementara Karantina Ikan yang masih embrio terus berproses menjadi Bidang
Karantina Ikan pada Kantor Pusat Karantina Pertanian.
Pada tahun
1985 Direktorat Jenderal Peternakan menyerahkan pembinaan unit karantina hewan,
sedangkan Badan Litbang Pertanian menyerhkan pembinaan unit karantina tumbuhan,
masing-masing kepada Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.
Di bidang
peraturan perundangan tanggal 8 Juni 1992 adalah yang monumental dan hari yang
tidak terlupakan, karena Presiden Republik Indonesia menandatangani
Undang-Undang No.16 tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.
Perkembangan di bidang legislasi terus berlanjut dengan terbitnya Peraturan
Pemerintah (PP) No. 82 tahun 2000 tentang Karantina Hewan dan kemudian lahir PP
No. 14 tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan.
Tahun 2001
dapat dianggap sebagai tahun tonggak sejarah bagi perkembangan organisasi
karantina pertanian Indonesia. Berdasarkan Keppres Nomor. 58 tahun 2001
Karantina Pertanian telah berkembang menjadi Unit Eselon I di lingkungan
Departemen Pertania. Di tahun-tahun sebelumnya dapat diketahui bahwa
perkembangan organisasi karantina melalui perjalanan yang panjang, berliku dan
melewati pasang surut, kini institusi karantina pertanian berada pada posisi
yang sangat strategis, yakni sebagai unit eselon I di lingkup Departemen
Pertanian.
Pelaksanaan
ketentuan karantina pertanian pada tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran di
Indonesia, akan menyumbangkan peningkatan rasa percaya diri dari konsumen baik
di dalam maupun di luar negeri. Penyempurnaan organisasi Badan Karantina
Pertanian dilakukan berdasar Peraturan Menteri Pertanian No.299 /tahun 2005
dengan penambahan Pusat Informasi dan dan Keamanan Hayati sebagai salah satu
unit eselon II, sedangkan Pusat Tehnik dan Metoda dihilangkan.
Sejak
keluarnya Keputusan Menteri Pertanian No. 22 tahun 2008 Badan Karantina
Pertanian melalui reorganisasi melakukan fusi karantina hewan dan tumbuhan
menjadi Karantina Pertanian, yang dilanjutkan dengan Keputusan Menteri
Pertanian No. 808/Kpts/KP.330/6/2008 tentang pengangkatan dalam jabatan
struktural Unit Pelayanan Teknis dari Balai Besar, Balai, Stasiun Karantian
Pertanian mewujudkan integrasi penggabungan karantina hewan dan tumbuhan dalam
kerangka operasional di lapangan.
Karena itu
kalau kita ingin mencari “ starting point “ lahirnya “ KARANTINA “ di negeri
ini, tahun 1877 tersebut dapat menjadi suatu patokan. Menurut Thaib Dano,
sejarah karantina suatu Negara umumnya diawali dari keluarnya peraturan
perundang-undangan tentang karantina yang pertama di negeri tersebut. Di antara
Negara-negara di dunia, Ordonansi yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda
tahun 1877 tersebut termasuk tua serta terdokumentasikan dalam sejarah
perundang-undangan karantina yang diterbitkan APHIS-US Department of
Agriculture.
1.2 Latar Belakang
Saat ini kita telah memasuki era
globalisasi ekonomi yang memaksa petani sebagai produsen utama produk-produk
pertanian secara langsung dan tidak langsung memasuki persaingan dengan banyak
produsen lain ditingkat global.
Produk-produk
pertanian tidak hanya bersaing di pasar global tetapi juga di pasar
domestik. Dalam kondisi demikian persaingan menjadi semakin sengit dan ketat,
produsen kuat bersaing dengan produsen lemah. Keadaan demikian yang sekarang
sedang terjadi dengan produk-produk pertanian khususnya produk pangan,
buah-buahan dan sayuran (Hatta, 2006).
Kita seharusnya menghadapi keadaan tersebut dengan
meningkatkan kemampuan kelembagaan, teknologi, SDM, dan sumber dana sehingga
globalisasi ekonomi dapat dimanfaatkan sebagai peluang terbuka untuk
menumbuhkan perekonomian bangsa dan rakyat. Dengan koordinasi yang efektif dan
efisien dari pemerintah, semua pemangku kepentingan termasuk petani harus
berupaya secara maksimal untuk menghasilkan produk pertanian yang mampu
memenuhi berbagai persyaratan teknis yang diminta oleh konsumen global.
Di dalam dunia pertanian tidak terlepas dari hama yang
menyerang. Sehingga petani harus siap siaga untuk mencegah masuknya hama
tersebut. Para petani juga harus mengetahui bagaimana cara mennggulangi hama
tersebut.
Dalam makalah ini akan di bahas mengenai pengawasan dan
pencegahan penyebaran hama tanaman oleh badan karantina.
1.3
Tujuan Pembuatan Makalah
· Mahasiswa bisa mengetahui bagaimana
cara mengendalikan penyebaran hama tanaman melalui badan karantina tumbuhan.
·
BAB II
PROSPEK PENGEMBANGAN
Institusi Karantina
( hewan maupun tumbuhan ) dibentuk dengan tujuan mencegah agar hama dan
penyakit hewan “asing” dari luar negeri tidak menulari ke dalam negeri serta
mencegah penularannya antar wilayah di dalam negeri. Sebagaimana diketahui
“eksplosi” suatu hama dan penyakit hewan maupun organisme pengganggu tumbuhan
dapat menimbulkan akibat yang signifikan bagi produksi hasil pertanian dan
peternakan. Beberapa ahli pernah membuat suatu perkiraan bahwa kerugian tahunan
akibat serangan hama, pathogen dan gulma pada tanaman perkebunan saja berkisar
13,8% (hama), 11,6% (pathogen) dan 9,5% (gulma). Cukup banyak contoh data
kerugian yang disebabkan keganasan hama dan penyakit hewan dan organisme
pengganggu tanaman. Pada abad ke XV, selama kurun waktu 50 tahun, penyakit ”
Sampar Sapi ” ( Rinderpest ) di Eropa menimbulkan kematian sekitar 200 juta
ekor sapi.
Merupakan hal
yang penting bahwa produk pertanian dan pangan Indonesia yang akan memasuki
perdagangan internasional harus sesuai dengan standar Sanitary and
Phytosanitary Measures (SPS) dan persyaratan keamanan pangan yang diminta oleh
pasar dunia.
Studi
menyimpulkan bahwa bagi negara-negara yang kurang atau belum menerapkan standar
SPS, memberikan risiko akan akses pasar, sehingga akan menyulitkan persaingan
dan potensi pengembangan perekonomian yang didasarkan pada ekspor produk
pertanian terutama pangan.
Penyelenggaraan
karantina saat ini berbeda dengan sebelumnya yang tidak hanya mencakup
pencegahan penyebaran Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan Organisme
Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK); tetapi juga menyangkut Keamanan Pangan,
Lingkungan dimana didalamnya tedapat komponen Keanekaragaman Hayati.
Dengan
berdirinya Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) pada tahun
1995 dengan aturan-aturannya yang diterapkan pada perdagangan komoditas
pertanian, kesehatan tanaman telah menjadi isu kebijakan pokok dalam
perdagangan. Persetujuan SPS menetapkan persyaratan-persyaratan, berdasarkan
asas ilmiah dan penilaian risiko, untuk melindungi industri pertanian dari HPHK
dan OPTK, saat yang sama juga memfasilitasi perdagangan komoditas pertanian
termasuk kemungkinan larangan dengan ketentuan harus transparan dan secara
teknis ilmiah dapat dipertanggung jawabkan.
Annex A
defenisi SPS menjelaskan fungsi karantina ditempatkan dalam fungsi pertama.
Fungsi Karantina dilaksanakan dengan melakukan tindakan karantina, yaitu
melakukan pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penolakan,
pemusnahan dan pembebasan terhadap komoditas sebagai media pembawa HPHK dan
OPTK. Dari sisi operasional yang juga berdasarkan hukum internasional,
karantina. pertanian sebagai salah satu sistim operasional Custom, Immigration,
and Quarantine (CIQ) di setiap pintu masuk dan keluar termasuk pos perbatasan
sebagai pelaksana law enforcement terhadap pengawasan lalu lintas komoditas
dengan berdasar peraturan baik nasional maupun internasional.
Pada dasarnya
karantina ini memiliki prospek yang sangat baik bagi pertumbuhan dan kemajuan
pertanian di Indonesia, apabila badan karantina ini berfungsi dengan baik,
sehingga hama maupun penyakit yang dating dari daerah lain yang dibawa melalui
tanaman atau hewan bisa dicegah masuknya melalui pemeriksaan yang dilakukan
oleh badan karantina yang ada.
Sumber :
Badan Karantina Pertanian –
Departemen Pertanian 2006.
BAB III
IMPLEMENTASI
Karantina merupakan bagian integral program ketahanan pangan
dan aspek perlindungan keamanan pangan dari cemaran biologis berupa organisme
penggangu (Hamzah, 2002). Karantina mencegah pada lini pertama dari ancaman
masuknya OPT asing dapat terbawa pada komoditas petanian, orang , dan barang.
Setiap tumbuhan dan bagian-bagiannya yang dilalu-lintaskan
antar Negara selalu mempunyai risiko sebagai pembawa OPTK yang dapat mengancam
produksi pertanian. Oleh karena itu, setiap media pembawa yang dimasukkan ke
dalam wilayah RI atau yang dilalulintaskan antar area di dalam wilayah RI
dikenakan tindakan karantina. Tindakan karantina meliputi ; pemeriksaan,
pengasingan, pengamanan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan
pembebasan.
1.1
Peran Karantina Pertanian Dalam Sistim Perlindungan
Sesuai Undang-undang Nomor 16 Tahun
1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, Karantina didefinisikan
sebagai tempat pengasingan dan atau tindakan dalam rangka upaya
pencegahan masuk dan menyebarnya hama dan penyakit untuk menjaga
kelestarian sumberdaya alam hayati hewan, ikan, dan tumbuhan.
Dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun
1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan sebagai dasar hukum penyelenggaraan
karantina, diamanahkan bahwa perlunya kekayaan tanah air dan wilayah Negara
Indonesia yang kaya akan sumberdaya alam hayati untuk dijaga, dilindungi dan
dipelihara kelestariannya dari ancaman dan gangguan Hama Penyakit Hewan
Karantina (HPHK) dan Organisme Pengganggu Tanaman Karantina (OPTK). Ancaman
kelestarian dan keamanan hayati akan menimbulkan dampak yang sangat luas pada
stabilitas ekonomi, keberhasilan usaha agribisnis dan kestabilan ketahanan
pangan nasional.
Dengan demikian Pemerintah Indonesia
telah menetapkan pilihan bahwa salah satu strategi
didalam melindungi kelestarian sumberdaya alam hayati hewan dan tumbuhan adalah
melalui “Penyelenggaraan Perkarantinaan Hewan dan Tumbuhan
”
Tujuan perkarantinaan Hewan dan
Tumbuhan di Indonesia adalah :
- Mencegah masuknya hama penyakit hewan karantina
(HPHK) dan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) ke dalam wilayah
Negara Republik Indonesia serta penyebaran dari suatu area ke area lain di
dalam wilayah Negara Republik Indonesia;
- Mencegah keluarnya hama dan penyakit hewan
karantina ke luar negeri; dan
- Mencegah keluarnya organisme
pengganggu tumbuhan tertentu dari wilayah Negara Republik Indonesia ke
luar negeri apabila dipersyaratkan oleh negara tujuan.
Walaupun karantina diartikan sebagai
tempat dan tindakan, ruang lingkup pengaturan dibidang perkarantinaan meliputi
:
- Persyaratan Karantina;
- Tindakan Karantina;
- Kawasan Karantina ;
- Jenis-jenis hama dan penyakit, media pembawa dan
daerah sebarnya; dan
- Tempat-tempat pemasukkan.
Ruang lingkup objek yang berkaitan
dengan karantina berkaitan dengan orang, alat angkut dalam perhubungan, hewan
dan produk hewan, tumbuhan dan produk tumbuhan, barang-barang perdagangan
lainnya yang dilalulintaskan, diletakkan pada prinsip bahwa segala sesuatu yang
ditetapkan berdasarkan penilaian risiko dapat ditetapkan menjadi media pembawa
hama dan penyakit hewan serta organisme pengganggu tumbuhan
Perkarantinaan diselenggarakan
berdasarkan asas kelestarian sumberdaya alam hayati hewan, ikan
dan tumbuhan. Hal ini mengandung arti bahwa segala tindakan karantina
yang dilakukan semata-mata ditujukan untuk melindungi kelestarian sumberdaya
alam hayati hewan, ikan dan tumbuhan dari serangan hama dan penyakit
hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina atau organisme pengganggu
tumbuhan karantina, dan tidak untuk tujuan-tujuan lainnya.”
Pada saat ini ancaman yang dapat
mengganggu kelestarian sumberdaya alam, ketenteraman dan kesehatan masyarakat,
kesehatan pangan, gangguan terhadap produksi sektor Pertanian/perikanan
dan kehutanan, serta lingkungan telah didefinisikan sebagai ancaman yang perlu
untuk dicegah masuk dan menyebar.
Ancaman yang secara global telah
diidentifikasi dapat dikendalikan efektif melalui penyelenggaraan
perkarantinaan antara lain adalah: 1) Ancaman terhadap kesehatan hewan dan
tumbuhan; 2) Invassive Species; 3) Penyakit Zoonosis; 4) Bioterorism; 5)
Pangan yang tidak sehat termasuk GMO yang belum dapat diidentifikasi
keamanannya; 6) Kelestarian Plasma nutfah/Keanekaragaman hayati; 7)
Hambatan Teknis Perdagangan, dan 8) Ancaman terhadap kestabilan perekonomian
nasional. Ancaman-ancaman tersebut dapat juga dikelola dengan baik
agar tidak masuk dan menyebar ke dalam negeri melalui kegiatan pemeriksaan
dan sertifikasi karantina.
1.2 Peran
Karantina Dalam Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional diatur
oleh organisasi perdagangan dunia yang disebut World Trade Organization (WTO),
dalam implementasinya organisasi tersebut menerbitkan berbagai perjanjian yang
berkaitan dengan pengaturan dan prosedur dibidang perdagangan
internasional. Beberapa perjanjian yang telah diterbitkan antara lain
yaitu:
· General
Agreement on Tariffs and Trade;
· Agreement on
Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights (TRIPS);
· Agreement on
Aplication of Sanitary and Phytosanitary Measure (SPS).
SPS-agreement atau perjanjian SPS
diberlakukan untuk mengatur tatacara perlindungan terhadap kesehatan manusia,
hewan, dan tumbuhan serta lingkungan hidupnya dalam hubungannya dengan
perdagangan internasional. Kesepakatan SPS berlaku dan mengikat secara
global seluruh negara yang menjadi anggotanya.
Negara Indonesia merupakan salah
satu negara anggota WTO, yang telah menyepakati piagam berdirinya organisasi
tersebut dan diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Oleh
karena itu Negara Indonesia berkewajiban memenuhi kesepakatan internasional
tersebut. Dasar hukum penyelenggaraan karantina hewan, ikan, dan tumbuhan yaitu
Undang- undang Nomor 16 Tahun 1992 dalam uraian penjelasannya telah
mengamanatkan bahwa penyelenggaraan perkarantinaan merupakan wujud dari
pelaksanaan kewajiban internasional.
Sesuai dengan implementasi
perjanjian SPS dalam perdagangan internasional maka peran Barantan adalah: 1)
Mengoperasionalkan persyaratan teknis (persyaratan karantina) impor yang
ditetapkan di tempat pemasukkan dalam upaya tindakan perlindungan terhadap
kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan; 2) Memfasilitasi ekspor
komoditas pertanian melalui pemeriksaan, audit, verifikasi dan sertifikasi
karantina ekspor agar persyaratan teknis yang ditentukan negara pengimpor dapat
terpenuhi; 3) Turut serta memverifikasi persyaratan teknis Negara tujuan ekspor
agar tetap dalam koridor perjanjian SPS; 4) Barantan ditetapkan sebagai ‘Notification
Body’ dan ‘National Enquiry Point’ SPS, peran tersebut merupakan
salah satu bentuk dari komunikasi persyaratan teknis (dengan organisasi
internasional dan Negara mitra) yang akan diberlakukan.
3) Peran
Karantina dalam mewujudkan Pertanian menjadi basis perekonomian nasional
(sesuai amanat perioritas RPJM II 2010-2014)
Untuk dapat menjadi basis
perekonomian nasional, maka komoditas pertanian Indonesia harus memiliki daya
saing pasar yang kuat baik domestik maupun pasar internasional. Keberlanjutan perekonomian yang
ditunjang oleh komoditas pertanian, dan kontribusi
pada perdagangan serta pasar internasional ditentukan oleh banyak faktor,
beberapa faktor utama antara lain:
- Kualitas dan kontinyuitas komoditas pertanian itu
sendiri, yang didukung oleh informasi tatakelola produksi yang baik
(GAP/GFP/SOP dll);
- Kemampuan promosi dan negosiasi internasional
dengan prinsip saling menguntungkan;
- Keberadaan dan status penyakit;
Satu satunya faktor yang
didefinisikan sebagai hambatan teknis adalah keberadaan/status penyakit, yang
berdasarkan ketentuan internasional berkaitan dengan prevalensi hama dan
penyakit serta organisme penganggu tumbuhan disuatu area/kawasan, sistem
surveylans yang dimiliki dan dilaksanakan, dan sistem pengendalian yang
dibangun. Banyak faktor yang berhubungan dengan ancaman resiko penyakit pada
hewan dan tumbuhan, serta status penyakit di suatu area, antara lain yaitu:
- Globalisasi perdagangan;
- Keberadaan media pembawa hama dan penyakit;
- Industrialisasi/intensifikasi pertanian;
- Kelayakan sistem perlindungan tanaman, kesehatan
hewan dan kesehatan masyarakat veteriner nasional.
- Daya tahan genetik dari hewan dan tumbuhan, dan
- Kemampuan dan kualifikasi SDM di bidang kesehatan
hewan dan tumbuhan, serta kelayakan sarana dan prasarana penunjang.
Peran Karantina Pertanian dalam
hubungannya meningkatkan daya saing komoditas Pertanian adalah:
- Mempertahankan dan meningkatkan status bebas, dan
mempersempit dan membatasi area penyebaran hama dan penyakit.
Sebagaimana diketahui bahwa status penyakit suatu Negara merupakan hal
yang paling strategis dan menentukan dalam penentuan posisi perdagangan
internasional produk-produk Pertanian.
- Menyampaikan laporan ‘Pest List’, kejadian, keberadaan serta status penyebaran hama
dan penyakit tumbuhan kepada mitra dagang dan organisasi internasional di
bidang perlindungan tanaman (IPPC) sebagai salah satu kewajiban
internasional.
- Menetapkan area/kawasan serta status area
komoditas unggulan ekspor (Pest free
area, pest production area, pest production site, dan Area of Low Pest Prevalence -ALPP);
- Berkontribusi pada negosiasi penetapan
persyaratan teknis Negara pengimpor;
- Melakukan audit, verifikasi, pemeriksaan dan
sertifikasi karantina ekspor untuk menjamin kesesuaian persyaratan teknis
Negara pengimpor yang telah disepakati, sehingga akses pasar ekspor tidak
terganggu karena adanya penolakan kiriman barang ekspor (Notification of non Compliance)
Fungsi utama Kementerian Pertanian
yang diperankan Badan Karantina Pertanian adalah berhubungan dengan menjamin
tersedianya sumberdaya pertanian yang berkelanjutan dalam menjamin tersedianya
suplai yang cukup, serta jaminan keamanan pangan yang berkaitan dengan kualitas
suplai pangan yang sehat dan ketenteraman masyarakat dalam mengkonsumsi pangan
halal, melalui kegiatan pengawasan dan sertifikasi impor dan ekspor, verifikasi
dan audit kesesuaian persyaratan teknis. Penetapan kawasan/area dan sertifikasi
karantina antar area juga diperankan Karantina Pertanian dalam rangka memenuhi
daya saing pasar internasional.
Ketiga peran tersebut di atas pada
prinsipnya merupakan satu kesatuan peran dari penyelenggaraan karantina
pertanian dan pengawasan keamanan hayati sebagaimana tupoksi Barantan. Oleh
karena itu, dengan peran yang strategis tersebut maka setiap instansi terkait
dan masyarakat perlu memberikan dukungan yang memadai dalam pencapaian visi,
misi, dan tujuan strategis Barantan.
Sumber :
Badan Karantina Pertanian
Berantan – Departemen Pertanian 2010.
BAB IV
KENDALA IMPLEMENTASI
Dalam
pelaksanaan tugasnya di lapangan kiranya (menurut hasil penelitian penulis)
masih terdapat berbagai macam hambatan yang ditemui oleh Balai Besar Karantina
Tumbuhan dan Hewan Belawan yang dapat daiuraikan sebagai berikut :
Tenaga
personil belum mampu untuk mengungkapkan temuana-temuan yang menonjol akibat
kurangnya penguasaan mengenai materi, terutama di bidang:
1. Personil
Teknis
(pemeriksaan) mengingat tenaga personil yang mempunyai bidang keahlian pada
satu hal sangat kurang, misalnya tenaga yang memahami masalah tumbuhan dan
hewan dan sebagainya.
Dari
tenaga personil yang ada dirasakan sangat kurang sekali, mengingat banyaknya
jumlah jenis tumbuhan dan hewan yang akan diawasi dan diproses. Jika
dibandingkan dengan keadaan dan situasi serta luas wilayah kerja/bidang
pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan, maka idealnya
aparat pengawasan yang harus ada di daerah Balai Besar Karantina Tumbuhan dan
Hewan Belawan dapat disesuaikan.
2. Sarana Pendukung Operasional
Dalam
menjalankan tugasnya para pemeriksa pada Balai Besar Karantina Tumbuhan dan
Hewan Belawan pada umumnya peralatanyang dipergunakan kurang didukung oleh
teknologi yang canggih sehingga mengakibatkan pemeriksaan terhadap tumbuhan dan
hewan yang membahayakan bagi kesehatan kurang dapat diperiksa dengan hasil yang
maksimal.
3. Tindak Lanjut
Hambatan
yang dirasakan lainnya adalah saeringnya tindak lanjut hasil pemeriksaan kurang
ditanggapi/tidak ditanggapi oleh pihak yang menjadi obyek yang diperiksa,
sehingga aparat pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan seolah-olah
dianggap bekerja hanya untuk main-main dan menjadikan objek yang diperiksa
meremehkan aparat pengawasan.
4. Mentalitas Aparat Yang Diperiksa
Adanya
objek yang diperiksa (khususnya tumbuhan dan hewan) dimana pemilik tumbuhan dan
hewan atau suatu badan usaha belum menyadari betapa pentingnya arti pengawasan
sehingga mereka merasa antipati apabila pihak Balai Besar Karantina Tumbuhan
dan Hewan melakukan pemeriksaan dan mengakibatkan ditemuinya kesulitan-kesulitan
yang seharusnya tidak terjadi dalam proses pemeriksaan.
5. Pengusaha Abaikan Sertifikasi
Karantina
Pelaku
usaha dinilai masih mengabaikan proses sertifikasi Balai Besar Karantina
Tumbuhan Belawan, Medan. Penilaian itu didasarkan pada banyaknya kasus
penolakan produk Indonesia melalui Pelabuhan di luar negeri yang tidak memenuhi
standar sertifikasi di negara tujuan ekspor.
Pelaku
usaha tidak serius melengkapi sertifikasi yang diminta negara tujuan. Tanpa
kelengkapan itu produk mereka tidak akan bisa diterima. Pengusaha ingin
mengambil keuntungan sebesar-besarnya dengan mengabaikan sertifikasi.
Balai
Besar Karantina Tumbuhan menyesalkan keengganan pengusaha melakukan melaporkan
produknya kepada balai karantina. Tindakan pengusaha itu, kata dia,
berdampaknya pada kelangsungan ekspor produk serupa di negara tertentu.
“Padahal tujuan pemerintah memberlakukan sertifikasi pada setiap produk ekspor
untuk melindungi kepentingan usaha. Jika tidak dilakukan, selain terjadi
penolakan barang, kredibilitas balai karantina akan turun di mata dunia
internasioal.28 Dari catatan Kantor Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan
Belawan sepanjang tahun 2009 terdapat enam kasus penolakan produk Indonesia.
Kasus penolakan produk itu terjadi untuk pelapis lantai dari kayu pada Januari
2009 sebanyak enam kontainer dengan negara tujuan Guatemala. Pada Februari,
produk biji cokelat sebanyak 58.000 kilogram (kg) dengan tujuan Singapura.
Pada
bulan yang sama, produk kayu karet 19.112 kg ditolak untuk negara tujuan China.
Pada Oktober, 72.000 kg lidi sawit ditolak otoritas pelabuhan Pakistan, dan
pada bulan yang sama Jepang menolak produk 7.775 batang bunga sansieviera.
“Semua kasus penolakan produk itu karena tidak lengkap syarat sertifikasi yang
diminta negara tujuan.
Kasus
penolakan produk Indonesia di luar negeri bisa dipastikan lebih dari enam kasus
selama 2007. Enam kasus yang ada dalam data BBKT adalah kasus yang sempat
tersimpan dalam dokumen tertulis saja. Banyak pengusaha yang baru minta
sertifikasi setelah barang berada di tempat tujuan.30
Sumber
:
-
Hasil Wawancara Dengan Hafni Zahara Kabag Pengawasan Balai Besar Karantina
Tumbuhan dan Hewan Belawan Tanggal 17 Desember 2010
BAB V
PENUTUP
Pada
dasarnya karantina tumbuhan bertujuan untuk kencegah masuknya hama maupun
penyakit yang berasal dari daerah yang satu kedaerah yang lain baik tingkat
regional maupun internasional, dengan adanya pelaksanaan karantina tumbuhan,
kita dapat setidaknya mencegah masuknya hama baru kedaerah yang lain, namun
kendala yang sering dihadapi dilapangan adalah masih kurangnya sarana dan
prasarana yang mendukung dalam pelaksanaan karantina ini, misalnya personil
yang masih belum mengerti tentang tumbuhan, baik dari segi hama maupun
penyakit, kurangnya peralatan pendukung, mentalitas para personil dilapangan
yang terkadang masih belum bekerja secara professional serta pengusaha yang
masih belum sadar arti penting dari sebuah badan karantina.
Tujuan
utama yang ingin dicapai dengan adanya karantina baik hewan maupun tumbuhan
adalah melindungi produk - produk pertanian baik mulai dari tahapan pasca panen
maupun setelah panen, yang berimbas pada produktivitas dan kualitas hasil panen
yang dicapai akan semakin lebih baik dan optimal, dengan adanya pencapaian
hasil yang demikian maka akan berimbas pada pendapatan petani yang hasil
produksinya dapat bersaing dengan produk yang berasal dari negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
Hatta,
Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT dan WTO : Aspek-Aspek Hukum dan
Non Hukum, PT Refika Aditama, Jakarta, 2006
Hasil
Wawancara Dengan Hafni Zahara Kabag Pengawasan Balai Besar
Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan Tanggal 17 Desember 2010.
Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan Tanggal 17 Desember 2010.
Badan Karantina Pertanian
Berantan – Departemen Pertanian 2010.
Badan Karantina Pertanian –
Departemen Pertanian 2006.