Selasa, 25 Maret 2014

PENGAWASAN DAN PENCEGAHAN PENYEBARAN HAMA OLEH BADAN KARANTINA TUMBUHAN

Makalah Pengelolaan Hama Terpadu



PENGAWASAN DAN PENCEGAHAN PENYEBARAN HAMA OLEH BADAN KARANTINA TUMBUHAN



OLEH :

AGUSTINUS F JAWAK
HENGKI HERMAWAN
DASRIL ADAMI
EMA SURYANI
ARIYANTO

 






BAB I
PENDAHULUAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Sejarah Karantina di Indonesia
Terminologi “karantina” berasal dari bahasa Latin “QUARANTA” yang berarti empatpuluh. Istilah tersebut lahir sekitar abad XIV, ketika penguasa di Venezia menetapkan batas waktu yang diberlakukan untuk menolak masuk dan merapatnya kapal yang datang dari negara lain, untuk menghindari terjangkitnya penyakit menular. Awak kapal dan penumpangnya diharuskan untuk tinggal dan terisolasi di dalam kapal selama 40 hari, untuk mendeteksi kemungkinan terbawanya penyakit.
Sejarah telah berulangkali membuktikan bahwa hama atau penyakit pada makhluk hidup, termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan, dapat menular dari satu wilayah ke wilayah Negara lain melalui lalu lintas manusia atau benda-benda yang menjadi media pembawa. Untuk hama dan penyakit hewan, penularannya dapat terjadi melalui lalu-lintas hewan dan produk-produknya, organisme pengganggu tumbuhan dapat menyebar melalui tanaman hidup dan bagian tanaman.
Sejarah Karantina Pertanian di Indonesia telah diawali sejak jaman penjajahan Hindia Belanda, hal ini diawali dengan adanya penyebaran penyakit karat daun kopi yang disebabkan oleh Hemileila vastatrix di Srilangka. Pemerintah kolonial menyadari bahwa pada saat itu perkebunan kopi di Indonesia merupakan sumber utama pendapatan. Menyadari akan ancaman penyakit tersebut maka pemerintah berusaha keras mencegah penyebaran penyakit tersebut ke Indonesia. Sebagaimana diketahui Areal perkebunan kopi berkembang luas, khususnya di Jawa, sejak Gubernur Jenderal Van den Bosch memperkenalkan Sistem Tanam Paksa ( Cultuurstelsel ) pada tahun 1832. Bertitik tolak dari kecemasan Hindia Belanda terhadap penyakit kopi, lahirlah Ordonansi 19 Desember 1877 (Staatsblad No.262) yang melarang pemasukan tanaman kopi dan biji kopi dari Srilanka. Ordonansi tersebut merupakan pertama kali yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda dalam bidang perkarantinaan tumbuhan di Indonesia.
Beberapa waktu setelah terbitnya Ordonansi pertama, terbit Ordonansi baru yaitu Ordonansi 28 Januari 1914 (Staatsblad No.161) yang mengatur tentang pengawasan terhadap pemasukan buah-buahan segar dari Australia yang dilakukan oleh seorang ahli. Penyelenggaraan kegiatan perkarantinaan secara institusional di Indonesia secara nyata baru dimulai oleh sebuah organisasi pemerintah bernama Instituut voor Plantenzekten en Cultures (Balai Penyelidikan Penyakit Tanaman dan Budidaya) Pada saat yang bersamaan dapat diketahui bahwa di daerah bagian barat Ausatralia sedang terjangkit hama lalat buah (Mediteranean Fruitfly) atau dikenal dengan nama latin Ceratitis capitata. Dari ordonansi inilah dibentuk organisasi penyelenggaraan kegiatan perkarantinaan secara konstitusi bernama Instituut voor Platenziekten en Cultures (Balai Penyelidikan Penyakit Tanaman dan Budidaya).
Pada tahun 1930 pelaksanaan kegiatan operasional karantina di pelabuhan-pelabuhan diawasi secara sentral oleh Direktur Balai Penyelidikan Penyakit Tanaman dan Budidaya, serta ditetapkan seorang pegawai Balai yang kemudian diberi pangkat sebagai Plantenziektenkundigeambtenaar (pegawai ahli penyakit tanaman)
Akan tetapi sejak tahun 1939 organisasi karantina yang melaksanakan operasional karantina tumbuhan mengalami perkembangan dan perubahan. Pada tahun tersebut telah ditetapkan Dinas Karantina Tumbuh-tumbuhan (Plantequarantine Dienst) yang menjadi salah satu Seksi dari Balai Penyelidikan Hama dan Penyakit Tanaman (Instituut voor Plantenziekten). Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian tahun 1957 Dinas Karantina Tumbuh-tumbuhan ditingkatkan statusnya dari status Seksi menjadi status Bagian.
Pada tahun 1957 dengan Keptusan Menteri Pertanian, dinas tersebut ditingkatkan statusnya menjadi Bagian.
Pada tahun 1961 BPHT diganti namanya menjadi LPHT (Lembaga Penelitian Hama dan Penyakit Tanaman) yang merupakan salah satu dari 28 lembaga penelitian dibawah Jawatan Penelitian Pertanian. Sebagai kelanjutan kegiatan perkarantinaan pasca kemerdekaan, pemerintah menetapkan Undang-undang No. 2 Tahun 1961 tanggal 17 Februari 1961 (Lembaran Negara Nomor. 9/1961) serta Peraturan Pelaksanaan Nomor. 6/PMP/1961 dan Nomor. 7/PMP/1961 yang ditunjukkan kepada Direktur Lembaga Pengawetan Alam, Kebun Raya Bogor. Adapun pelaksanaannnya dilakukan oleh senior karantina tumbuhan sebelum era TC Inspektur Karantina Tumbuhan Ciawi Bogor.
Tahun 1966 dalam reorganisasi dinas karantina tumbuhan tidak lagi ditampung dalam organisasi Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) yang merupakan penjelmaan LPHT. Kemudian Karantina menjadi salah satu Bagian di dalam Biro Hubungan Luar Negeri Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.
Pada tahun 1969, status organisasi karantina tumbuhan diubah kembali dengan ditetapkannya Direktorat Karntina Tumbuh-tumbuhan yang secara operasional berada dibawah Menteri Pertanian dan secara administratif dibawah Sekretariat Jenderal. Dengan status Direktorat tersebut, status organisasi karantina tumbuhan meningkat dari eselon III menjadi eselon II.
Perkembangan organisasi karantina selanjutnya adalah dengan ditetapkannnya Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 178/Kpts/Org/4/1973 tahun 1973 tentang pemberian kewenangan dari Jawatan Pertanian Rakyat kepada Direktorat Karantina Tumbuh-tumbuhan.
Pada tahun 1974 organisasi karantina diintegrasikan dalam suatu wadah Pusat Karantina Pertanian di bawah pengawasan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Seiring dengan perkembangan era Orde Baru, organisasi Direktorat Karantina Tumbuhan diubah menjadi Pusat Karantina Pertanian dengan dibentuk cabang Karantina Tumbuhan di seluruh Indonesia dengan status non struktural.
Tahun 1980 berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.453/Kpts/Um/Org/6/1980 tahun 1980 dan 861/Kpts/OT-210/12/1980 tanggal 21 Desember 1980, organisasi Pusat Karantina Pertanian (yang notabene baru diisi karatina tumbuhan ex Direktorat Karantina Tumbuhan), mempunyai rentang kendali manajemen yang luas. Pusat Karantina Pertanian pada masa itu terdiri dari 5 Balai (eselon III), 14 Stasiun (eselon IV), 38 Pos (eselon V)dan 105 Wilayah Kerja (non structural)yang tersebar diseluruh Indonesia.
Pada tahun tahun 1983 unsur Pusat Karantina Pertanian yang terdiri atas karantina tumbuhan dan hewan diintegrasikan. Selain itu status sebelumnya di bawah pengawasan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dialihkan kembali ke Sekretaris Jenderal dengan pembinaan operasional secara langsung di bawah Menteri Pertanian. Sementara Karantina Ikan yang masih embrio terus berproses menjadi Bidang Karantina Ikan pada Kantor Pusat Karantina Pertanian.
Pada tahun 1985 Direktorat Jenderal Peternakan menyerahkan pembinaan unit karantina hewan, sedangkan Badan Litbang Pertanian menyerhkan pembinaan unit karantina tumbuhan, masing-masing kepada Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.
Di bidang peraturan perundangan tanggal 8 Juni 1992 adalah yang monumental dan hari yang tidak terlupakan, karena Presiden Republik Indonesia menandatangani Undang-Undang No.16 tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. Perkembangan di bidang legislasi terus berlanjut dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 tahun 2000 tentang Karantina Hewan dan kemudian lahir PP No. 14 tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan.
Tahun 2001 dapat dianggap sebagai tahun tonggak sejarah bagi perkembangan organisasi karantina pertanian Indonesia. Berdasarkan Keppres Nomor. 58 tahun 2001 Karantina Pertanian telah berkembang menjadi Unit Eselon I di lingkungan Departemen Pertania. Di tahun-tahun sebelumnya dapat diketahui bahwa perkembangan organisasi karantina melalui perjalanan yang panjang, berliku dan melewati pasang surut, kini institusi karantina pertanian berada pada posisi yang sangat strategis, yakni sebagai unit eselon I di lingkup Departemen Pertanian.
Pelaksanaan ketentuan karantina pertanian pada tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran di Indonesia, akan menyumbangkan peningkatan rasa percaya diri dari konsumen baik di dalam maupun di luar negeri. Penyempurnaan organisasi Badan Karantina Pertanian dilakukan berdasar Peraturan Menteri Pertanian No.299 /tahun 2005 dengan penambahan Pusat Informasi dan dan Keamanan Hayati sebagai salah satu unit eselon II, sedangkan Pusat Tehnik dan Metoda dihilangkan.
Sejak keluarnya Keputusan Menteri Pertanian No. 22 tahun 2008 Badan Karantina Pertanian melalui reorganisasi melakukan fusi karantina hewan dan tumbuhan menjadi Karantina Pertanian, yang dilanjutkan dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 808/Kpts/KP.330/6/2008 tentang pengangkatan dalam jabatan struktural Unit Pelayanan Teknis dari Balai Besar, Balai, Stasiun Karantian Pertanian mewujudkan integrasi penggabungan karantina hewan dan tumbuhan dalam kerangka operasional di lapangan.
Karena itu kalau kita ingin mencari “ starting point “ lahirnya “ KARANTINA “ di negeri ini, tahun 1877 tersebut dapat menjadi suatu patokan. Menurut Thaib Dano, sejarah karantina suatu Negara umumnya diawali dari keluarnya peraturan perundang-undangan tentang karantina yang pertama di negeri tersebut. Di antara Negara-negara di dunia, Ordonansi yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda tahun 1877 tersebut termasuk tua serta terdokumentasikan dalam sejarah perundang-undangan karantina yang diterbitkan APHIS-US Department of Agriculture.



1.2 Latar Belakang
Saat ini kita telah memasuki era globalisasi ekonomi yang memaksa petani sebagai produsen utama produk-produk pertanian secara langsung dan tidak langsung memasuki persaingan dengan banyak produsen lain ditingkat global.
Produk-produk  pertanian tidak hanya bersaing di pasar global tetapi juga di pasar domestik. Dalam kondisi demikian persaingan menjadi semakin sengit dan ketat, produsen kuat bersaing dengan produsen lemah. Keadaan demikian yang sekarang sedang terjadi dengan produk-produk pertanian khususnya produk pangan, buah-buahan dan sayuran (Hatta, 2006).
Kita seharusnya menghadapi keadaan tersebut dengan meningkatkan kemampuan kelembagaan, teknologi, SDM, dan sumber dana sehingga globalisasi ekonomi dapat dimanfaatkan sebagai peluang terbuka untuk menumbuhkan perekonomian bangsa dan rakyat. Dengan koordinasi yang efektif dan efisien dari pemerintah, semua pemangku kepentingan termasuk petani harus berupaya secara maksimal untuk menghasilkan produk pertanian yang mampu memenuhi berbagai persyaratan teknis yang diminta oleh konsumen global.
Di dalam dunia pertanian tidak terlepas dari hama yang menyerang. Sehingga petani harus siap siaga untuk mencegah masuknya hama tersebut. Para petani juga harus mengetahui bagaimana cara mennggulangi hama tersebut.
Dalam makalah ini akan di bahas mengenai pengawasan dan pencegahan penyebaran hama tanaman oleh badan karantina.
1.3     Tujuan Pembuatan Makalah
·        Mahasiswa bisa mengetahui bagaimana cara mengendalikan penyebaran hama tanaman melalui badan karantina tumbuhan.
·       


BAB II
PROSPEK PENGEMBANGAN
Institusi Karantina ( hewan maupun tumbuhan ) dibentuk dengan tujuan mencegah agar hama dan penyakit hewan “asing” dari luar negeri tidak menulari ke dalam negeri serta mencegah penularannya antar wilayah di dalam negeri. Sebagaimana diketahui “eksplosi” suatu hama dan penyakit hewan maupun organisme pengganggu tumbuhan dapat menimbulkan akibat yang signifikan bagi produksi hasil pertanian dan peternakan. Beberapa ahli pernah membuat suatu perkiraan bahwa kerugian tahunan akibat serangan hama, pathogen dan gulma pada tanaman perkebunan saja berkisar 13,8% (hama), 11,6% (pathogen) dan 9,5% (gulma). Cukup banyak contoh data kerugian yang disebabkan keganasan hama dan penyakit hewan dan organisme pengganggu tanaman. Pada abad ke XV, selama kurun waktu 50 tahun, penyakit ” Sampar Sapi ” ( Rinderpest ) di Eropa menimbulkan kematian sekitar 200 juta ekor sapi.
Merupakan hal yang penting bahwa produk pertanian dan pangan Indonesia yang akan memasuki perdagangan internasional harus sesuai dengan standar Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS) dan persyaratan keamanan pangan yang diminta oleh pasar dunia.
Studi menyimpulkan bahwa bagi negara-negara yang kurang atau belum menerapkan standar SPS, memberikan risiko akan akses pasar, sehingga akan menyulitkan persaingan dan potensi pengembangan perekonomian yang didasarkan pada ekspor produk pertanian terutama pangan.
Penyelenggaraan karantina saat ini berbeda dengan sebelumnya yang tidak hanya mencakup pencegahan penyebaran Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK); tetapi juga menyangkut Keamanan Pangan, Lingkungan dimana didalamnya tedapat komponen Keanekaragaman Hayati.
Dengan berdirinya Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) pada tahun 1995 dengan aturan-aturannya yang diterapkan pada perdagangan komoditas pertanian, kesehatan tanaman telah menjadi isu kebijakan pokok dalam perdagangan. Persetujuan SPS menetapkan persyaratan-persyaratan, berdasarkan asas ilmiah dan penilaian risiko, untuk melindungi industri pertanian dari HPHK dan OPTK, saat yang sama juga memfasilitasi perdagangan komoditas pertanian termasuk kemungkinan larangan dengan ketentuan harus transparan dan secara teknis ilmiah dapat dipertanggung jawabkan.
Annex A defenisi SPS menjelaskan fungsi karantina ditempatkan dalam fungsi pertama. Fungsi Karantina dilaksanakan dengan melakukan tindakan karantina, yaitu melakukan pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan terhadap komoditas sebagai media pembawa HPHK dan OPTK. Dari sisi operasional yang juga berdasarkan hukum internasional, karantina. pertanian sebagai salah satu sistim operasional Custom, Immigration, and Quarantine (CIQ) di setiap pintu masuk dan keluar termasuk pos perbatasan sebagai pelaksana law enforcement terhadap pengawasan lalu lintas komoditas dengan berdasar peraturan baik nasional maupun internasional.
Pada dasarnya karantina ini memiliki prospek yang sangat baik bagi pertumbuhan dan kemajuan pertanian di Indonesia, apabila badan karantina ini berfungsi dengan baik, sehingga hama maupun penyakit yang dating dari daerah lain yang dibawa melalui tanaman atau hewan bisa dicegah masuknya melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh badan karantina yang ada.
Sumber :
Badan Karantina Pertanian – Departemen Pertanian 2006.


BAB III
IMPLEMENTASI

Karantina merupakan bagian integral program ketahanan pangan dan aspek perlindungan keamanan pangan dari cemaran biologis berupa organisme penggangu (Hamzah, 2002). Karantina mencegah pada lini pertama dari ancaman masuknya OPT asing dapat terbawa pada komoditas petanian, orang , dan barang.
Setiap tumbuhan dan bagian-bagiannya yang dilalu-lintaskan antar Negara selalu mempunyai risiko sebagai pembawa OPTK yang dapat mengancam produksi pertanian. Oleh karena itu, setiap media pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah RI atau yang dilalulintaskan antar area di dalam wilayah RI dikenakan tindakan karantina. Tindakan karantina meliputi ; pemeriksaan, pengasingan, pengamanan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan pembebasan.
1.1       Peran Karantina Pertanian Dalam Sistim Perlindungan
Sesuai Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, Karantina didefinisikan sebagai tempat pengasingan dan atau tindakan dalam rangka upaya pencegahan masuk dan menyebarnya hama dan  penyakit  untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati hewan, ikan, dan tumbuhan.
Dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan sebagai dasar hukum penyelenggaraan karantina, diamanahkan bahwa perlunya kekayaan tanah air dan wilayah Negara Indonesia yang kaya akan sumberdaya alam hayati untuk dijaga, dilindungi dan dipelihara kelestariannya dari ancaman dan gangguan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan Organisme Pengganggu Tanaman Karantina (OPTK). Ancaman kelestarian dan keamanan hayati akan menimbulkan dampak yang sangat luas pada stabilitas ekonomi, keberhasilan usaha agribisnis dan kestabilan ketahanan pangan nasional.
Dengan demikian Pemerintah Indonesia telah menetapkan pilihan bahwa salah satu strategi didalam melindungi kelestarian sumberdaya alam hayati hewan dan tumbuhan adalah melalui “Penyelenggaraan Perkarantinaan Hewan dan Tumbuhan ”     
 Tujuan perkarantinaan Hewan dan Tumbuhan di Indonesia adalah :
  1. Mencegah masuknya hama penyakit hewan karantina (HPHK) dan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia serta penyebaran dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia;
  2. Mencegah keluarnya hama dan penyakit hewan karantina ke luar negeri; dan
  3. Mencegah keluarnya organisme pengganggu tumbuhan tertentu dari wilayah Negara Republik Indonesia ke luar negeri apabila dipersyaratkan oleh negara tujuan.
Walaupun karantina diartikan sebagai tempat dan tindakan, ruang lingkup pengaturan dibidang perkarantinaan meliputi :
  1. Persyaratan Karantina;
  2. Tindakan Karantina;
  3. Kawasan Karantina ;
  4. Jenis-jenis hama dan penyakit, media pembawa dan daerah sebarnya; dan
  5. Tempat-tempat pemasukkan.
Ruang lingkup objek yang berkaitan dengan karantina berkaitan dengan orang, alat angkut dalam perhubungan, hewan dan produk hewan, tumbuhan dan produk tumbuhan, barang-barang  perdagangan lainnya yang dilalulintaskan, diletakkan pada prinsip bahwa segala sesuatu yang ditetapkan berdasarkan penilaian risiko dapat ditetapkan menjadi media pembawa hama dan penyakit hewan serta organisme pengganggu tumbuhan
Perkarantinaan diselenggarakan berdasarkan asas kelestarian sumberdaya alam hayati hewan, ikan dan tumbuhan.  Hal ini mengandung arti bahwa segala tindakan karantina yang dilakukan semata-mata ditujukan untuk melindungi kelestarian sumberdaya alam hayati hewan, ikan dan tumbuhan dari serangan hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina atau organisme pengganggu tumbuhan karantina, dan tidak untuk tujuan-tujuan lainnya.”
Pada saat ini ancaman yang dapat mengganggu kelestarian sumberdaya alam, ketenteraman dan kesehatan masyarakat, kesehatan pangan, gangguan terhadap  produksi sektor Pertanian/perikanan dan kehutanan, serta lingkungan telah didefinisikan sebagai ancaman yang perlu untuk dicegah masuk dan menyebar.
Ancaman yang secara global telah diidentifikasi dapat dikendalikan efektif  melalui penyelenggaraan perkarantinaan antara lain adalah: 1) Ancaman terhadap kesehatan hewan dan tumbuhan;  2) Invassive Species; 3) Penyakit Zoonosis; 4) Bioterorism; 5) Pangan yang tidak sehat termasuk GMO yang belum dapat diidentifikasi keamanannya; 6) Kelestarian Plasma nutfah/Keanekaragaman hayati; 7)  Hambatan Teknis Perdagangan, dan 8) Ancaman terhadap kestabilan perekonomian nasional.   Ancaman-ancaman tersebut dapat juga dikelola dengan baik agar tidak masuk dan menyebar ke dalam negeri melalui kegiatan pemeriksaan dan sertifikasi karantina.
1.2 Peran Karantina Dalam Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional diatur oleh organisasi perdagangan dunia yang disebut World Trade Organization (WTO), dalam implementasinya organisasi tersebut menerbitkan berbagai perjanjian yang berkaitan dengan pengaturan dan prosedur dibidang perdagangan internasional.  Beberapa perjanjian yang telah diterbitkan antara lain yaitu:
·       General Agreement on Tariffs and Trade;
·       Agreement on Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights (TRIPS);
·       Agreement on Aplication of Sanitary and Phytosanitary Measure (SPS).
SPS-agreement atau perjanjian SPS diberlakukan untuk mengatur tatacara perlindungan terhadap kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan serta lingkungan hidupnya dalam hubungannya dengan perdagangan internasional.  Kesepakatan SPS berlaku dan mengikat secara global seluruh negara yang menjadi anggotanya.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara anggota WTO, yang telah menyepakati piagam berdirinya organisasi tersebut dan diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994.  Oleh karena itu Negara Indonesia berkewajiban memenuhi kesepakatan internasional tersebut. Dasar hukum penyelenggaraan karantina hewan, ikan, dan tumbuhan yaitu Undang- undang Nomor 16 Tahun 1992 dalam uraian penjelasannya telah mengamanatkan bahwa penyelenggaraan perkarantinaan merupakan wujud dari pelaksanaan kewajiban internasional.
Sesuai dengan implementasi perjanjian SPS dalam perdagangan internasional maka peran Barantan adalah: 1) Mengoperasionalkan persyaratan teknis (persyaratan karantina) impor yang ditetapkan di tempat pemasukkan dalam upaya tindakan perlindungan terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan; 2) Memfasilitasi ekspor komoditas pertanian melalui pemeriksaan, audit, verifikasi dan sertifikasi karantina ekspor agar persyaratan teknis yang ditentukan negara pengimpor dapat terpenuhi; 3) Turut serta memverifikasi persyaratan teknis Negara tujuan ekspor agar tetap dalam koridor perjanjian SPS;  4) Barantan ditetapkan sebagai ‘Notification Body’ dan ‘National Enquiry Point’ SPS, peran tersebut merupakan salah satu bentuk dari komunikasi persyaratan teknis (dengan organisasi internasional dan Negara mitra) yang akan diberlakukan.

3) Peran Karantina dalam mewujudkan Pertanian menjadi basis perekonomian nasional (sesuai amanat perioritas RPJM II 2010-2014)
Untuk dapat menjadi basis perekonomian nasional, maka komoditas pertanian Indonesia harus memiliki daya saing pasar yang kuat baik domestik maupun pasar internasional. Keberlanjutan perekonomian yang ditunjang oleh komoditas pertanian, dan kontribusi pada perdagangan serta pasar internasional ditentukan oleh banyak faktor, beberapa faktor utama antara lain:
  1. Kualitas dan kontinyuitas komoditas pertanian itu sendiri, yang didukung oleh informasi tatakelola produksi yang baik (GAP/GFP/SOP dll);
  2. Kemampuan promosi dan negosiasi internasional dengan prinsip saling menguntungkan;
  3. Keberadaan dan status penyakit;
Satu satunya faktor yang didefinisikan sebagai hambatan teknis adalah keberadaan/status penyakit, yang berdasarkan ketentuan internasional berkaitan dengan prevalensi hama dan penyakit serta organisme penganggu tumbuhan disuatu area/kawasan, sistem surveylans yang dimiliki dan dilaksanakan, dan sistem pengendalian yang dibangun. Banyak faktor yang berhubungan dengan ancaman resiko penyakit pada hewan dan tumbuhan, serta status penyakit di suatu area, antara lain yaitu:
  1. Globalisasi perdagangan;
  2. Keberadaan media pembawa hama dan penyakit;
  3. Industrialisasi/intensifikasi pertanian;
  4. Kelayakan sistem perlindungan tanaman, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner nasional.
  5. Daya tahan genetik dari hewan dan tumbuhan, dan
  6. Kemampuan dan kualifikasi SDM di bidang kesehatan hewan dan tumbuhan, serta kelayakan sarana dan prasarana penunjang.
Peran Karantina Pertanian dalam hubungannya meningkatkan daya saing komoditas Pertanian adalah:
  • Mempertahankan dan meningkatkan status bebas, dan mempersempit dan membatasi area penyebaran hama dan penyakit.  Sebagaimana diketahui bahwa status penyakit suatu Negara merupakan hal yang paling strategis dan menentukan dalam penentuan posisi perdagangan internasional produk-produk Pertanian.
  • Menyampaikan laporan ‘Pest List’, kejadian, keberadaan serta status penyebaran hama dan penyakit tumbuhan kepada mitra dagang dan organisasi internasional di bidang perlindungan tanaman (IPPC) sebagai salah satu kewajiban internasional.
  • Menetapkan area/kawasan serta status area komoditas unggulan ekspor (Pest free area, pest production area, pest production site, dan  Area of Low Pest Prevalence -ALPP);
  • Berkontribusi pada negosiasi penetapan persyaratan teknis Negara pengimpor;
  • Melakukan audit, verifikasi, pemeriksaan dan sertifikasi karantina ekspor untuk menjamin kesesuaian persyaratan teknis Negara pengimpor yang telah disepakati, sehingga akses pasar ekspor tidak terganggu karena adanya penolakan kiriman barang ekspor (Notification of non Compliance)
Fungsi utama Kementerian Pertanian yang diperankan Badan Karantina Pertanian adalah berhubungan dengan menjamin tersedianya sumberdaya pertanian yang berkelanjutan dalam menjamin tersedianya suplai yang cukup, serta jaminan keamanan pangan yang berkaitan dengan kualitas suplai pangan yang sehat dan ketenteraman masyarakat dalam mengkonsumsi pangan halal, melalui kegiatan pengawasan dan sertifikasi impor dan ekspor, verifikasi dan audit kesesuaian persyaratan teknis. Penetapan kawasan/area dan sertifikasi karantina antar area juga diperankan Karantina Pertanian dalam rangka memenuhi daya saing pasar internasional.
Ketiga peran tersebut di atas pada prinsipnya merupakan satu kesatuan peran dari penyelenggaraan karantina pertanian dan pengawasan keamanan hayati sebagaimana tupoksi Barantan. Oleh karena itu, dengan peran yang strategis tersebut maka setiap instansi terkait dan masyarakat perlu memberikan dukungan yang memadai dalam pencapaian visi, misi, dan tujuan strategis Barantan.
Sumber :
Badan Karantina Pertanian Berantan – Departemen Pertanian 2010.





















BAB IV
KENDALA IMPLEMENTASI

Dalam pelaksanaan tugasnya di lapangan kiranya (menurut hasil penelitian penulis) masih terdapat berbagai macam hambatan yang ditemui oleh Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan yang dapat daiuraikan sebagai berikut :
Tenaga personil belum mampu untuk mengungkapkan temuana-temuan yang menonjol akibat kurangnya penguasaan mengenai materi, terutama di bidang:
1. Personil
Teknis (pemeriksaan) mengingat tenaga personil yang mempunyai bidang keahlian pada satu hal sangat kurang, misalnya tenaga yang memahami masalah tumbuhan dan hewan dan sebagainya.
Dari tenaga personil yang ada dirasakan sangat kurang sekali, mengingat banyaknya jumlah jenis tumbuhan dan hewan yang akan diawasi dan diproses. Jika dibandingkan dengan keadaan dan situasi serta luas wilayah kerja/bidang pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan, maka idealnya aparat pengawasan yang harus ada di daerah Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan dapat disesuaikan.
2. Sarana Pendukung Operasional
Dalam menjalankan tugasnya para pemeriksa pada Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan pada umumnya peralatanyang dipergunakan kurang didukung oleh teknologi yang canggih sehingga mengakibatkan pemeriksaan terhadap tumbuhan dan hewan yang membahayakan bagi kesehatan kurang dapat diperiksa dengan hasil yang maksimal.


3. Tindak Lanjut
Hambatan yang dirasakan lainnya adalah saeringnya tindak lanjut hasil pemeriksaan kurang ditanggapi/tidak ditanggapi oleh pihak yang menjadi obyek yang diperiksa, sehingga aparat pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan seolah-olah dianggap bekerja hanya untuk main-main dan menjadikan objek yang diperiksa meremehkan aparat pengawasan.
 4. Mentalitas Aparat Yang Diperiksa
Adanya objek yang diperiksa (khususnya tumbuhan dan hewan) dimana pemilik tumbuhan dan hewan atau suatu badan usaha belum menyadari betapa pentingnya arti pengawasan sehingga mereka merasa antipati apabila pihak Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan melakukan pemeriksaan dan mengakibatkan ditemuinya kesulitan-kesulitan yang seharusnya tidak terjadi dalam proses pemeriksaan.
5. Pengusaha Abaikan Sertifikasi Karantina
Pelaku usaha dinilai masih mengabaikan proses sertifikasi Balai Besar Karantina Tumbuhan Belawan, Medan. Penilaian itu didasarkan pada banyaknya kasus penolakan produk Indonesia melalui Pelabuhan di luar negeri yang tidak memenuhi standar sertifikasi di negara tujuan ekspor.
Pelaku usaha tidak serius melengkapi sertifikasi yang diminta negara tujuan. Tanpa kelengkapan itu produk mereka tidak akan bisa diterima. Pengusaha ingin mengambil keuntungan sebesar-besarnya dengan mengabaikan sertifikasi.
Balai Besar Karantina Tumbuhan menyesalkan keengganan pengusaha melakukan melaporkan produknya kepada balai karantina. Tindakan pengusaha itu, kata dia, berdampaknya pada kelangsungan ekspor produk serupa di negara tertentu. “Padahal tujuan pemerintah memberlakukan sertifikasi pada setiap produk ekspor untuk melindungi kepentingan usaha. Jika tidak dilakukan, selain terjadi penolakan barang, kredibilitas balai karantina akan turun di mata dunia internasioal.28 Dari catatan Kantor Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan sepanjang tahun 2009 terdapat enam kasus penolakan produk Indonesia. Kasus penolakan produk itu terjadi untuk pelapis lantai dari kayu pada Januari 2009 sebanyak enam kontainer dengan negara tujuan Guatemala. Pada Februari, produk biji cokelat sebanyak 58.000 kilogram (kg) dengan tujuan Singapura.
Pada bulan yang sama, produk kayu karet 19.112 kg ditolak untuk negara tujuan China. Pada Oktober, 72.000 kg lidi sawit ditolak otoritas pelabuhan Pakistan, dan pada bulan yang sama Jepang menolak produk 7.775 batang bunga sansieviera. “Semua kasus penolakan produk itu karena tidak lengkap syarat sertifikasi yang diminta negara tujuan.
Kasus penolakan produk Indonesia di luar negeri bisa dipastikan lebih dari enam kasus selama 2007. Enam kasus yang ada dalam data BBKT adalah kasus yang sempat tersimpan dalam dokumen tertulis saja. Banyak pengusaha yang baru minta sertifikasi setelah barang berada di tempat tujuan.30
Sumber :
- Hasil Wawancara Dengan Hafni Zahara Kabag Pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan Tanggal 17 Desember 2010



  





BAB V
PENUTUP

            Pada dasarnya karantina tumbuhan bertujuan untuk kencegah masuknya hama maupun penyakit yang berasal dari daerah yang satu kedaerah yang lain baik tingkat regional maupun internasional, dengan adanya pelaksanaan karantina tumbuhan, kita dapat setidaknya mencegah masuknya hama baru kedaerah yang lain, namun kendala yang sering dihadapi dilapangan adalah masih kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung dalam pelaksanaan karantina ini, misalnya personil yang masih belum mengerti tentang tumbuhan, baik dari segi hama maupun penyakit, kurangnya peralatan pendukung, mentalitas para personil dilapangan yang terkadang masih belum bekerja secara professional serta pengusaha yang masih belum sadar arti penting dari sebuah badan karantina.
            Tujuan utama yang ingin dicapai dengan adanya karantina baik hewan maupun tumbuhan adalah melindungi produk - produk pertanian baik mulai dari tahapan pasca panen maupun setelah panen, yang berimbas pada produktivitas dan kualitas hasil panen yang dicapai akan semakin lebih baik dan optimal, dengan adanya pencapaian hasil yang demikian maka akan berimbas pada pendapatan petani yang hasil produksinya dapat bersaing dengan produk yang berasal dari negara lain.                        










DAFTAR PUSTAKA

Hatta, Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT dan WTO : Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum, PT Refika Aditama, Jakarta, 2006
Hasil Wawancara Dengan Hafni Zahara Kabag Pengawasan Balai Besar
           Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan Tanggal 17 Desember 2010.
Badan Karantina Pertanian Berantan – Departemen Pertanian 2010.
Badan Karantina Pertanian – Departemen Pertanian 2006.




BENTUK DAN FUNGSI UNSUR HARA

Paper kesuburan tanah dan nutrisi tanaman


BENTUK DAN FUNGSI UNSUR HARA MAKRO DAN MIKRO SERTA GEJALA DIFESIENSINYA



Oleh :
ARIANTO
1205101050062






FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2013

BENTUK DAN FUNGSI UNSUR HARA MAKRO DAN MIKRO SERTA GEJALA DIFESIENSINYA

Berdasarkan jumlah kebutuhannya bagi tanaman, unsur hara dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1.      Unsur Hara Makro : Unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar.
            Seperti: C,H,O,N,P,K,Ca,Mg,S.

2.      Unsur Hara Mikro : Unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah kecil.
            Seperti: Mn,Cu,Zn,Mo,B,Cl,Fe.






UNSUR HARA MAKRO

          Nitrogen (N)
               Berfungsi
1.      Merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan.
2.      Merupakan bagian dari sel ( organ ) tanaman itu sendiri.
3.      Berfungsi untuk sintesa asam amino dan protein dalam tanaman.
4.      Merangsang pertumbuhan vegetatif ( warna hijau ) seperti daun.

Gejala difesiensi
1.      Warna daun hijau agak kekuning-kuningan dan pada tanaman padi warna ini mulai dari ujung daun menjalar ke tulang daun selanjutnya berubah menjadi kuning lengkap, sehingga seluruh tanaman berwarna pucat kekuning-kuningan. Jaringan daun mati dan inilah yang menyebabkan daun selanjutnya menjadi kering dan berwarna merah kecoklatan.
2.      Pertumbuhan tanaman lambat dan kerdil.
3.      Perkembangan buah tidak sempurna atau tidak baik, seringkali masak sebelum waktunya.
4.      Dapat menimbulkan daun penuh dengan serat, hal ini dikarenakan menebalnya membran sel daun sedangkan selnya sendiri berukuran kecil-kecil.
5.      Dalam keadaan kekurangan yang parah, daun menjadi kering, dimulai dari bagian bawah terus ke bagian atas.



Pospor (P)
               Berfungsi
1.      Mengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman.
2.      Merangsang pembungaan dan pembuahan.
3.      Merangsang pertumbuhan akar.
4.      Merangsang pembentukan biji.
5.      Merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel.


Gejala difesiensi
1.      Terhambatnya pertumbuhan sistem perakaran, batang dan daun
2.      Warna daun seluruhnya berubah menjadi hijau tua/keabu-abuan, mengkilap, sering pula terdapat pigmen merah pada daun bagian bawah, selanjutnya mati. Pada tepi daun, cabang dan batang terdapat warna merah ungu yang lambat laun berubah menjadi kuning.
3.      Hasil tanaman yang berupa bunga, buah dan biji merosot. Buahnya kerdil-kerdil, nampak jelek dan lekas matang




Kalium (K)

Berfungsi
1.      Dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan mineral termasuk air.
2.      Meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit.
3.      Tanaman yang kekurangan unsur K gejalanya : batang dan daun menjadi lemas/rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar dan sehat, ujung daun menguning dan kering, timbul bercak coklat pada pucuk daun.

 Gejala difesiensi
1.      Daun-daun berubah jadi mengerut alias keriting (untuk tanaman kentang akan menggulung) dan kadang-kadang mengkilap terutama pada daun tua, tetapi tidak merata. Selanjutnya sejak ujung dan tepi daun tampak menguning, warna seperti ini tampak pula di antara tulang-tulang daun pada akhirnya daun tampak bercak-bercak kotor (merah coklat), sering pula bagian yang berbercak ini jatuh sehingga daun tampak bergerigi dan kemudian mati.
2.      Batangnya lemah dan pendek-pendek, sehingga tanaman tampak kerdil.
3.      Buah tumbuh tidak sempurna, kecil, mutunya jelek, hasilnya rendah dan tidak tahan disimpan.
4.      Pada tanaman kelapa dan jeruk, buah mudah gugur.
5.      Bagi tanaman berumbi, hasil umbinya sangat kurang dan kadar hidrat arangnya demikian rendah.



Calsium (Ca)

Berfungsi
1.      Merupakan bagian penting dari dinding sel dan sangat penting untuk menunjang proses pertumbuhan.
2.      Kalsium adalah untuk menyusun klorofil.
3.      Dibutuhkan enzim untuk metabolis karbohidrat, serta mempergiat sel meristem.
4.      Kekurangan kalsium mengakibatkan terjadinya disintegrasi padaujung-ujung tanaman (ujung batang, akar, dan buah)  sehingga ujungnya menjadi mengering atau mati, tunas daun yang masih muda akan tumbuh abnormal.


Gejala difesiensi
1.      Daun-daun muda selain berkeriput mengalami perubahan warna, pada ujung dan tepi-tepinya.
2.      klorosis (berubah menjadi kuning) dan warna ini menjalar di antara tulang-tulang daun, jaringan-jaringan daun pada beberapa tempat mati
Kuncup-kuncup muda yang telah tumbuh akan mati.
3.      Pertumbuhan sistem perakarannya terhambat, kurang sempurna malah sering salah bentuk.
4.      Pertumbuhan tanaman demikian lemah dan menderita




Magnesium (Mg)

Berfungsi
1.      Merupakan penyusun utama khlorofil yang menentukan laju fotosintesa / pembentukan karbohidrat.
2.      Berfungsi untuk transportasi fosfat.
3.      menciptakan warna hijau pada daun.
4.      Kekurangan magnesium yaitu menguningnya daun yang dimulai dariujung da bagian bawah daun.

 Gejala difesiensi
1.      Daun-daun tua mengalami klorosis (berubah menjadi kuning) dan tampak di antara tulang-tulang daun, sedang tulang-tulang daun itu sendiri tetap berwarna hijau. Bagian di antara tulang-tulang daun itu secara teratur berubah menjadi kuning dengan bercak-bercak merah kecoklatan.
2.      Daun-daun mudah terbakar oleh teriknya sinar matahari karena tidak mempunyai lapisan lilin, karena itu banyak yang berubah warna menjadi coklat tua/kehitaman dan mengkerut.
3.      Pada tanaman biji-bijian, daya tumbuh biji kurang/lemah, malah kalau toh ia tetap tumbuh maka ia akan nampak lemah sekali.








           Belerang/ Sulfur (S)
             Berfungsi
1.      Pembentukan asam amino dan pertumbuhan tunas serta membantu pembentukan bintil akar tanaman.
2.      Pertumbuhan anakan pada tanaman.
3.      Berperan dalam pembentukan klorofil serta meningkatkan ketahanan terhadap jamur.
4.      Pada beberapa jenis tanaman antara lain berfungsi membentuk senyawa minyak yang menghasilkan aroma dan juga aktifator enzim membentuk papain.


Gejala difesiensi
1.      Daun-daun muda mengalami klorosis (berubah menjadi kuning), perubahan warna umumnya terjadi pada seluruh daun muda, kadang mengkilap keputih-putihan dan kadang-kadang perubahannya tidak merata tetapi berlangsung pada bagian daun selengkapnya.
2.      Perubahan warna daun dapat pula menjadi kuning sama sekali, sehingga tanaman tampak berdaun kuning dan hijau, seperti misalnya gejala-gejala yang tampak pada daun tanaman teh di beberapa tempat di Kenya yang terkenal dengan sebutan,Tea Yellow, atau,yellow Disease.
3.      Tanaman tumbuh terlambat, kerdil, berbatang pendek dan kurus, batang tanaman berserat, berkayu dan berdiameter kecil.
4.      Pada tanaman tebu yang menyebabkan rendemen gula rendah.
5.      Jumlah anakan terbatas.


















 UNSUR HARA MIKRO 


Ferrit/besi (Fe)

Berfungsi
1.      untuk pembentukan klorofil.
2.      berperan pada proses-proses fisiologis tanaman seperti proses pernapasan, selain itu besi berfungsi sebagai aktifator dalam proses biokimia didalam tanaman, dan pembentuk beberapa enzim.
Gejala kekurangan besi pada tanaman dapat menimbulkan korosi, lembaran daun menjadi kuning/pucat. Dalam jumlah tertentu besi menjadi racun bagi tanaman. Besi tersedia dalam tanah berkisar 2-150ppm. Dan kebutuhan normal tanaman berkisar 40-250ppm.
 

Gejala difesiensi
1.      Defisiensi (kekurangan) zat besi sesungguhnya jarang terjadi. Terjadinya gejala-gejala pada bagian tanaman (terutama daun) kemudian dinyatakan sebagai kekurangan tersedianya zat besi adalah karena tidak seimbang tersedianya zat Fe dengan zat kapur (Ca) pada tanah yang berlebihan kapur dan yang bersifat alkalis. Jadi masalah ini merupakan masalah pada daerah-daerah yang tanahnya banyak mengandung kapur.
2.       Gejala-gejala yang tampak pada daun muda, mula-mula secara setempat-setempat berwarna hijau pucat atau hijau kekuning-kuningan, sedangkan tulang daun tetap berwarna hijau serta jaringan-jaringannya tidak mati
3.      Selanjutnya pada tulang daun terjadi klorosis, yang tadinya berwarna hijau berubah menjadi kuning dan ada pula yang menjadi putih.
4.      Gejala selanjutnya yang lebih hebat terjadi pada musim kemarau, daun-daun muda banyak yang menjadi kering dan berjatuhan.
5.      Pertumbuhan tanaman seolah terhenti akibatnya daun berguguran dan akhirnya mati mulai dari pucuk.



Mangan (Mn)

Berfungsi
1.      Untuk penyusunan klorofil, perkecambahan, dan pemasakan buah.
2.      Berfungsi dalam pembelahan sel, di gunakan dalam proses pernapasan dan fotosintesis. Ciri kekurangan Mn biji yang terbentuk akan sangat jelek, daun menguning dan beberapa jaringan akan mati.
Gejala Kekurangan berupa daun akan tampak berwarna gelap dan muda, perkembangan kuncup akan mengalami kegagalan, dan pertumbuhan tanaman terhambat.

Gejala difesiensi
Gejala kekurangan Mangan (Mn) hampir sama dengan gejala kekurangan Besi (Fe) pada tanaman, yaitu:
1.      Pada daun-daun muda di antara tulang-tulang dan secara setempat-setempat terjadi klorosis dari warna hijau menjadi warna kuning yang selanjutnya menjadi putih.
2.      Tulang-tulang daunnya tetap berwarna hijau, ada yang sampai kebagian sisi-sisi dari tulang.
3.      Jaringan-jaringan pada bagian daun yang klorosis mati sehingga praktis bagian-bagian tersebut mati, mengering, ada kalanya yang terus mengeriput dan ada pula yang jatuh sehingga daun tampak menggerigi.
4.      Pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, terutama pada tanaman sayuran tomat, seledri, kentang dan lain-lain, begitu juga pada tanaman jeruk, tembakau dan kedelai.
5.      Pada tanaman gandum, bagian tengah helai daun berwarna coklat, kemudian patah.
6.      Pembentukan biji-bijian kurang baik (jelek).



Tembaga/Cupprum (Cu)

Berfungsi
Belum banyak diketahui, namun tembaga berfungsi untuk pembentukan klorofil.
Ciri kekurangan  tembaga daun tidak merata dan daun sering layu, malah terkadang klorosis.


Gejala difesiensi
Kekurangan unsur hara Tembaga (Cu) acapkali ditemukan pada tanah-tanah organik yang agak asam, tanda-tandanya dapat dilihat sebagai berikut:
1.      Pada bagian daun, terutama daun-daun yang masih muda tampak layu dan kemudian mati (die back), sedang ranting-rantingnya berubah warna pula menjadi coklat dan mati pula.
2.      Ujung daun secara tidak merata sering ditemukan layu, malah kadang-kadang klorosis, sekalipun jaringan-jaringannya tidak ada yang mati.
3.      Pada tanaman jeruk kekurangan unsur hara tembaga ini menyebabkan daun berwarna hijau gelap dan berukuran besar, ranting berwarna coklat dan mati, buah kecil dan berwarna coklat.
4.      Pada bagian buah, buah-buahan tanaman pada umumnya kecil-kecil warna coklat dan bagian dalamnya didapatkan sejenis perekat (gum).





Seng/zink (Zn)

Berfungsi
Memberi dorongan terhadap pertumbuhan tanaman karena diduga Zn dapat berfungsi untuk membebtuk hormon tumbuh.  Unsur seng didalam tanaman tidak dapat dipindahkan dari jaringan tua ke jaringan yang muda sehingga gejala defisiensi akan terlihat lebih awal pada daun muda. 

Gejala difesiensi
1.      Terjadi penyimpangan pertumbuhan pada bagian daun-daun yang tua, yaitu:
·         Bentuknya lebih kecil dan sempit daripada bentuk umumnya
·         Klorosis terjadi di antara tulang-tulang daun
·         Daun mati sebelum waktunya, kemudian berguguran dimulai dari daun-daun yang ada di bagian bawah menuju ke puncak
2.      Pada padi sawah gejala terlihat 2 - 4 minggu setelah tanam, yaitu adanya pemutihan di bagian tengah daun. Kekurangan yang parah menyebabkan daun tidak mau terbuka.
3.      Pada tanaman jagung gejala terlihat 1 - 2 minggu setelah bibit muncul di permukaan tanah, daun-daun muda menunjukkan garis-garis kuning dan terus menguning sampai ke dasar daun, sedang tepi daun tetap hijau.
4.      Pada kacang tanah gejala terlihat setelah tanaman berumur 1 bulan, mula-mula jaringan di antara urat-urat dan nampak menguning dan akhirnya hanya pada urat-urat daun saja akan tetap hijau. Tanaman kerdil dan polong sedikit.



Boron (B)

Berfungsi
1.      Unsur ini berfungsi menangkut karbohidrat kedalam tubuh tanaman dan   menghisap unsur kalsium.
2.      Berfungsi dalam perkembangan bagian-bagian tanaman untuk tumbuh aktif.
3.      Pada tanaman penghasil  biji unsur ini berpengaruh terhadap pembagian sel.
4.      Menaikkan mutu tanaman sayuran dan tanaman buah.
 

Gejala difesiensi
Kekurangan unsur boron paling nyata tampak pada tepi-tepi daun yaitu gejala klorosis, mulai dari bagian bawah daun.  daun yang baru muncul terlihat kecil dan tanaman agak kerdil cabang tumbuh sejajar. kuncup-kuncup mati dan berwarna hitam.  Kekurangan unsur ini menimbulkan penyakit fisiologis , khususnya pada atanaman sayur dan buah, pada tanaman semangka biasanya ditandai dengan pertumbuhan batang muda yang tegak berdiri, ruas pendek, daun mengecil, dan bila terkena angin batang muda tersebut mudah patah dan mengeluarkan cairan berwarna kecoklatan, pada tanaman sayur  dan buah kekurangan unsur bini agak sulit dibedakan dengan tanaman yang terkena serangan virus. Dan pada tanaman jagung kekurangan unsur ini bisa mengakibaatkan tongkol tanpa biji sama sekali ( mirip jagung yang tidak terbuahi).



Klorin (Cl)

Berfungsi
Klorin diperlukan untuk osmosis dan keseimbangan ionik sel bagian dari regulasi energi, juga memainkan peran dalam fotosintesis. Unsur ini diserap tanaman dalam bentuk ion Cl- keberadaannya tidak dihasilkan dari metabolisme tanaman,dan fungsi lain berkaitan dengan pengaturan tekanan osmosis didalam sel tanaman.

Gejala difesiensi
1.      Dapat menimbulkan gejala pertumbuhan daun yang kurang normal terutama pada tanaman sayur-sayuran, daun tampak kurang sehat dan berwarna tembaga.
2.      Kadang-kadang pertumbuhan tanaman tomat, gandum dan kapas menunjukkan gejala seperti di atas.



Cobalt (Co)

Berfungsi
Untuk Fiksasi nitrogen dalam penyerapan unsur N (Nitrogen), Cobalt dapat digantikan perannya dengan Natrium (Na), dan Molibdenum (Mo).

Gejala difesiensi
Mengurangi pembentukan hemoglobin dan fiksasi nitrogen



Molibdenum (Mo)

Berfungsi
Sebagai kofaktor pada beberapa enzim penting untuk membangun asam amino. berperan sebagai pengikat nitrogen  yang bebas diudara untuk pembentukan protein dan menjadi komponen pembentuk enzim pada bakteri bintil akar tanaman. 

Gejala difesiensi  
yakni daun berubah warna keriput dan melengkung seperti mangkok, muncul bintil-bintil kuning disetiap lembaran daun dan akhirnya mati sehingga  pertumbuhan tanaman terhenti. Ketersediaan Mo dalam tanah antara 0,05-0,5 ppm sedang kebutuhan normal pada tanaman 0,2-1 ppm. Bayam dan bawang adalah jenis tanaman yang sangat peka kekurangan Mo.


Natrium (Na)

Berfungsi
Sebagai keseimbangan ion pada regulasi energi untuk membuka dan menutupnya stomata.


Gejala difesiensi
Daun-daun tenaman bisa menjadi hijau tua dan tipis. Tanaman cepat menjadi layu.



Silicon (Si)

Berfungsi
Tersimpan dalam dinding sel yang mengakibatkan sifat mekanis sel yaitu kaku atau elastis.
 

Gejala difesiensi
Dapat mengakibatkan tanaman mudah terserang penyakit.



Nikel (Ni)

Berfungsi
Pada tanaman Keras/tumbuhan tingkat tinggi sebagai aktivasi urease (enzim yang berperan dalam metabolisme Nitrogen untuk proses perombakan urea). Pada tanaman tingkat rendah, sebagai kofaktor beberapa enzim. Perannya dapat digantikan dengan  Seng (Zn) dan Besi (Fe).


Gejala difesiensi
Gagal untuk menghasilkan benih yang layak