Kamis, 29 Mei 2014

Cara Membuat Pupuk Kompos Dari Jerami

Kompos Dari Jerami Padi

Jerami yang merupakan limbah pertanaman padi merupakan material yang potensial dan mudah didapat sehingga dapat dimanfaatkan kembali sebagai sumber pupuk bagi tanaman. Penggunaan jerami padi juga sangat berpotensi untuk digalakkan sebagai sumber bahan organik insitu dilahan persawahan, namun kadar hara jerami terutama N sangat rendah, dan agak sukar lapuk. Akan tetapi jerami mengandung silikat (Si) tinggi, yang jarang ditambahkan petani kelaham persawahan serta kurang didapat pada bahan organik lainnya ( Darmawan et al, 2007).

Langkah-langkah dalam pembuatan kompos dari jerami padi adalah sebagai berikut:
Bahan dan alat:

  1. Terpal atau Plastik
  2. Ragi
  3. Jerami padi
  4. Air
  5. Ember

Cara kerja:
  1. Siapkan activator "ragi kompos" buat larutan activator dalam ember
  2. Kumpulkan jerami padi dipinggir lahan atau tengah lahan (mana yang paling mudah) tumpuk setinggi 10-15 cm, padatkan dengan cara injak-injak, siram dengan larutan bio-activator sampai basah atau lembab. Ulangi langkah tersebut sampai bahan jerami habis
  3. Ukuran petakan dari tumpukan jerami panjang dan lebarnya bebas, namun tinggi tumpukan harus diusahakan minimun 80cm  (agar diperoleh energi panas untuk proses dekomposisi)
  4. Bagian atas jerami ditutup dengan tanah dari lahan tersebut (seperti plasteran semen) tipis saja tidak perlu tebal-tebal selain sebagai pemberat agar tumpukan tidak kabur tertiup angin, juga mampu mempertahankan kelembaban tumpukan tetap stabil. keliling tumpukan tidak perlu diplaster. pertimbangan lain jika ditutup dengan terpal  (takutnya terpal akan hilang) 
  5. Amati proses pengomposan 5 hari sekali, selalu usahakan agar kondisi tumpukan lembab, jika agak kering siram atau percikan dengan air biasa secukupnya. jika kelembaban terjaga maka dalam waktu 2 minggu tinggi tumpukkan akan menyusut 50% (separunya) dan jerami telah menjadi kompos dengan ciri coklat kehitaman, lunak, siap disebarkan merata kelahan.
Selamat Mencoba & Semoga Sukses !

Cara Membuat Pupuk Organik (Bokasi)

Pupuk Organik (Bokasi)


Bokashi adalah jenis pupuk organik merupakan bahan organik yang telah difermentasikan dengan EM-4. Bokasi dpat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi  tanah. Secara biologis  dapat mengaktifkan mikroorganisme tanah yang berperan dalam transformasi unsur sehingga dapat meningkatkan ketersediaan hara tanaman (Edison, 2000).

Langkah-langkah pembuatan pupuk organik (bokashi) adalah sebagai berikut:
Bahan:

  1. Jerami dipotong sepanjang 5-10 cm (20 bagian) atau 20 kg
  2. Dedak (1 bagian) atau 1 kg
  3. Sekam (20 bagian) atau 20 kg
  4. Gula pasir (5 sendok makan) atau sekitar 50-75 gr
  5. EM-4 (5 sendok makan) atau 75 gr
  6. Air (20 liter)

Cara kerja:
  1. Larutkan EM-4 dan gula kedalam air
  2. Campur jerami, sekam dan dedak sampai merata
  3. Siram adonan dengan larutan EM-4 sampai kandungan air adonan mencapai 50% atau bila adonan dikepal air tidak tidak menetes dari adonan dan bila kepalan dilepas adonan akan melekah/megar
  4. Adonan digundukan diatas ubin kering dengan ktinggian 15-20 cm, kemudian ditutup dengan karung goni selama 3-4 hari
  5. Suhu adonan dicek setiap 5 jam sekali. pertahankan suhu adonan 40-50 derajat celcius, bila suhu lebih dari 50 derajat celcius karung penutup dibuka lalu adonan dibolak-balik , kemudian ditutup kembali.
  6. Setelah 4 hari bokashi selesai terfementasi dan dapat digunakan sebagai pupuk.
Selamat mencoba & Semoga sukses ! 

Cara Membuat Pupuk Kompos Dari Kotoran Ternak

Kompos Dari Kotoran Ternak

Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi kelangkaan dan naiknya harga pupuk. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk sudah dilakukan petani secara optimal didaerah-daerah sentra produ sayuran. sayang masih ada kotoran ternak tertumpuk disekitar kandang dan belum banyak dimanfatkan sebagai sumber pupuk. Keluhan petani saat terjadi kelangkaan atau mahalnya harga pupuk non-organik (kimia) dapat diatasi dengan menggiatkan kembali  pembuatan dan pemanfaatan pupuk kompos.

Langkah-langkah dalam pembuatan kompos dari kotoran ternak adalah sebagai berikut:
Bahan:

  1. Kotoran sapi 80-83%
  2. Serbuk gergaji atau sekam, jerami padi dll 5%
  3. Bahan pemacu organisme 0,25%
  4. Abu sekam 10%
  5. Kalsit atau kapur 2%
  6. Bisa menggunakan bahan-bahan lain asalkan kotoran sapi minimal 40%, serta kotoran ayam 25%
Cara kerja:
  1. Tempat pembuatan adalah sebidang tempat beralas tanah dan dibagi menjadi 4 bagian (lokasi 1, 2, 3 dan 4) sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan dan tempat tersebut ternaungi agar pupuk tidak terkena sinar matahari dan air hujan secara langsung.
  2. Prossesing pembuatannya adalah pertama kotoran sapi (fases dan urine) diambil dari kandang dan ditiriskan selama 1 minggu untuk mendapatkan kadar air mencapai +60%
  3. Kemudian kotoran sapi yang sudah ditiriskan tersebut dipindahkan kelokasi 1 tempat pembuatan kompos dan diberi serbuk gergaji atau bahan sejenis seperti sekam, jerami padi dll, serta abu, kalsit atau kapur dan stardec sesuai dosis.
  4. Selanjutnya seluruh  bahan campuran diaduk secara merata
  5. Setelah 1 minggu dilokasi 1, tumpukkan dipindahkan kelokasi 2 dengan cara diaduk atau dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu hingga mencapai 70 derajat celcius untuk mematikan pertumbuhan biji gulma sehingga kompos yang dihasilkan dapat bebas dari biji gulma.

Selamat mencoba & Semoga sukses !

Cara Membuat Effective Microorganism (EM)

Effective Microorganism (EM) 
EM merupakan bahan  yang membantu mempercepat proses pembuatan pupuk organik (dekomposisi) dan meningkatkan kualitas pupuk tersebut. selain itu EM juga bermanfaat memperbaiki struktur dan tekstur tanah menjadi lebih baik, serta menyuplai unsur hara yang dibutuhkan tanaman.

Manfaat dari Effective Microorganisme (EM)

  1. Menghambat pertumbuahn hama dan penyakit tanaman dalam tanah
  2. Membantu meningkatkan kapasitas dari fotosintesis tanaman
  3. Membantu proses penyebaran serta penyaluran unsur hara dari akar keseluruh bagian tanaman
  4. Meningkatkan kualitas dari bahan organik menjadi pupuk
  5. Meningkatkan kualitas pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman
Langkah pertama untuk membuat Microorganisme (EM) adalah sebagai berikut:
Bahan:
  1. Pepaya matang atau kulitnya 0,5 kg
  2. Pisang matang atau kulitnya 0,5 kg
  3. Nanas matang atau kulitnya 0,5 kg
  4. Kacang panjang yang segar 0,25 kg
  5. Kangkung air segar 0,25 kg
  6. Batang pisang nuda bagian dalam 1,5 kg
  7. Gula pasir 1 kg
  8. Air tuak atau air kelapa 0,5 kg
Cara kerja:
  1. Bahan-bahan yang berasal di tanaman yang disebutkan diatas dipotong-potong kecil terlebih dahulu hingga halus. buah harus yang sudah matang dan bisa juga kulit buah
  2. Setelah bahan sudah dipotong-potong hingga halus maka campurkan bahan tersebut dalam satu tempat yaitu wadah (ember).
  3. Campurkan gula pasir dan air tuak atau kelapa dalam ember tersebut dan aduk hingga merata
  4. Wadah (ember) ditutup rapat dan simpan selama 7 hari
  5. Setelah 7 hari larutan yang dihasilkan dikumpulkan secara bertahap setiap hari hingga habis
  6. Larutan yang dihasilkan disaring dan airnya dimasukan kedalam wadah (bekas minuman) dan ditutup rapat.
Larutan yang didapat adalah EM-4 yang siap digunakan dan dapat bertahan hingga 6 bulan, Ampas yang dihasilkan dari penyaringan dapat digunakan sebagai pupuk kompos.

Selamat mencoba semoga sukses !

Rabu, 21 Mei 2014

Metode Menganalisis Ragam Dengan Menggunakan Aplikasi Mc.Excel Dan Program SPSS

 Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial

Perhitungan dengan menggunakan Mc.Excel (RAK) Faktorial pada rata-rata tinggi tanaman kedelai pada umur 45 HST

Arianto (1205101050062)

Skripsi: Warisul firdaus, Fakultas Pertanian, Universitas Syah Kuala, Darussalam Banda Aceh
Judul skripsi: Pengaruh jenis pupuk organik dan dosis pupuk urea terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max L. Merril)

A. Perhitungan analisis ragam dengan menggunakan Mc.Excel

Lampiran 21. Rata-rata Tinggi TanamanKedelai pada Umur 45 HST

Data yang akan dianalisis

Sidik ragam yang didapat

B. Perhitungan analisis ragam dengan menggunakan program SPSS, Hal yang dilakukan sebagai berikut:

  • Pada halaman VARIABEL VIEW, dalam kolom name ketik (perlakuan_J, perlakuan_D, ulangan dan hasil) seperti gambar dibawah ini

  • Setelah itu masukan data pada halaman DATA VIEW, seperti gambar dibawah ini:

1. Selanjutnya untuk menganalisis data dengan menggunakan program SPSS, lakukan langkah-langkah berikut:

  • Klik analyze, general linier model, univariate

  • Kemudian klik univariate, masukan dependent variabelnya, fixed factor

  • Kemudian klik model, custom, perlakuan1, perlakuan2, interaksi

  • Lalu klik countinue, post hoc
  • Masukkannya perlakuannya
  • Kemudian tandai LSD, Tukey dan Duncan

  • Kemudian klik countinue, OK
  • Maka munculah output uji anova seperti tertera dibawah ini:




Demikian beberapa langkah dalam menganalisis pada rancangan acak kelompok (RAK) Faktorial dengan menggunakan program SPSS. Terima kasih
















Selasa, 20 Mei 2014

Metode Menganalisis Ragam Dengan Menggunakan Aplikasi Mc.Excel Dan Program SPSS

Rancangan Acak Lengkap (RAL) NonFaktorial

Perhitungan dengan menggunakan Mc.Excel (RAL) pada tinggi tanaman 15 HTS (hari setelah tanam) akibat perlakuan NPK

Arianto (1205101050062)

Skripsi: Aryuddin, Fakultas Pertanian, Universitas Syah Kuala, Darussalam Banda Aceh
Judul skripsi: Pengaruh pemupukan nitrogen, fosfor dan kalium (N,P,K) terhadap pertumbuhan dan hasil padi pada tanah bekas tsunami

A. Perhitungan analisis ragam dengan menggunakan Mc.Excel

Lampiran 2. Tinggi tanaman 15 HTS (hari setelah tanam) akibat perlakuan NPK

Data yang akan dianalisis

Sidik ragam yang didapat

B. Perhitungan analisis ragam dengan menggunakan program SPSS, hal yang harus dilakukan sebagai berikut:

  • Pada halaman VARIABEL VIEW, dalam kolom name ketik (perlakuan ulangan dan hasil) seperti gambar dibawah ini:

  • Setelah itu masukan data pada halaman DATA VIEW, seperti gambar dibawah ini:

1. Selanjutnya untuk menganilisis ragam dengan menggunakan SPSS, lakukan langkah-langkah berikut:

  • Klik analyze, general linier model, univariate

  • Kemudian klik univariate, masukan dependent variabelnya, fixed factor


  • Kemudian klik model, custom, perlakuan

  • Lau klik countinue, post hoc
  • masukan perlakuannya
  • kemudian tandai LSD, Tukey dan Duncan




  • Kemudian klik countinue, OK
  • Maka munculah output uji anova seperti yang tertera dibawah ini:



Demikian beberapa langkah yang dapat digunakan dalam menganalisis ragam pada rancangan acak lengkap (RAL) NonFaktorial dengan menggunakan SPSS. Terima kasih









Metode Perhitungan Mc.Excel dan Dengan Menggunakan Program SPSS

Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial

Perhitungan dengan menggunakan Mc.Excel (RAL) faktorial pada daya berkecambah (%) benih kakao pada beberapa tingkat kekerasan buah dan beberapa letak benih dalam buah

Arianto (1205101050062)

Skripsi: Nanda fadila, Fakultas Pertanian, Universitas Syah Kuala, Darussalam Banda Aceh
Judul skripsi: Pengaruh Tingkat Kekerasan Buah dan Letak Benih Dalam Buah Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kakao (Theobroma cacao L.)

A. Perhitungan analisis ragam dengan menggunakan Mc.Excel

Lampiran 9. Daya berkecambah (%) benih kakao pada beberapa tingkat kekerasan buah dan beberapa letak benih dalam buah


Data yang akan dianalisis


Sidik ragam yang didapat

B. Perhitungan analisis ragam dengan menggunakan SPSS, Hal yang harus dilakukan sebagai berikut:

  • Pada halaman VARIABEL VIEW, dalam kolom name ketik (Perlakuan_K, Perlakuan_L, Ulangan dan Hasil) seperti gambar dibawah ini:

  • Setelah itu masukkan data pada halaman DATA VIEW, seperti gambar dibawah ini:

1. Selanjutnya untuk menganalisis data dengan mengguanakan program SPSS, lakukan langkah-langkah berikut:

  • Klik analyze, general linier model, univariate

  • Kemudian klik univariate, masukkannya dependent variabelnya, fixed factor


  • kemudian klik model, custom, perlakuan1, perlakuan2, interaksi


  • Lalu klik countinue, post hoc
  • Masukkan perlakuannya
  • Kemudian tandai LSD, Tukey dan Duncan

  • Kemudian klik countinue, OK
  • Maka munculah output uji anova sperti tertera dibawah ini 





Demikian beberapa langkah dalam mengalisis pada rancangan acak lengkap (RAL) Faktorial dengan menggunakan program SPSS. Terima kasih











Metode Menganalisis Ragam Dengan Menggunakan Aplikasi Mc.Excel Dan Program SPSS

Rancangan Acak Kelompok (RAK) NonFaktorial

Perhitungan dengan menggunakan Mc.Excel (RAK) pada jumlah daun terserang pada hari ke 7 akibat pengaruh perlakuan uji ketahanan beberapa varietas padi terhadap penyakit hawar daun

Arianto (1205101050062)

Skripsi: Feriza, Fakultas Pertanian, Jurusan Agroteknologi, Universitas Syah Kuala, Darussalam Banda Aceh
Judul Skripsi: Uji Ketahanan Beberapa Varietas  Padi Terhadap Penyakit Hawar Daun

A. Perhitungan analisis ragam dengan menggunakan Mc.Excel

Lampiran 15. Jumlah daun terserang pada hari ke 7 akibat pengaruh perlakuan uji ketahanan beberapa varietas padi terhadap penyakit hawar daun

Data yang akan dianalisis

Sidik ragam yang didapat

B. Perhitungan analisis ragam dengan menggunakan Program SPSS, hal yang harus dilakukan sebagai berikut:

  • Pada halaman VARIABEL VIEW, dalam kolom name ketik (perlakuan, ulangan dan hasil) seperti gambar dibawah ini:
  • setelah itu masukkan data pada halaman DATA VIEW, seperti gambar dibawah ini:

  1. Selanjutnya untuk menganalisis data dengan menggunakan SPSS, lakukan langkah-langkah berikut:
  • Klik analyze, general linier model, univariate
  • Kemudian klik univariate, masukkan dependent variabelnya, fixed factor

  • Kemudin klik model, custom, perlakuan


  • Lalu klik countinue, post hoc
  • Masukkan perlakuannya
  • Kemudian tandai LSD, Tukey dan Duncan
  • Kemudian klik countinue, OK
  • Maka muncullah output uji anova seperti yang tertera dibawah ini




Demikian beberapa langkah yang dapat digunakan dalam menganalisis ragam pada rancangan acak kelompok (RAK) NonFaktorial dengan menggunakan SPSS. Terima kasih







Selasa, 25 Maret 2014

PENGAWASAN DAN PENCEGAHAN PENYEBARAN HAMA OLEH BADAN KARANTINA TUMBUHAN

Makalah Pengelolaan Hama Terpadu



PENGAWASAN DAN PENCEGAHAN PENYEBARAN HAMA OLEH BADAN KARANTINA TUMBUHAN



OLEH :

AGUSTINUS F JAWAK
HENGKI HERMAWAN
DASRIL ADAMI
EMA SURYANI
ARIYANTO

 






BAB I
PENDAHULUAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Sejarah Karantina di Indonesia
Terminologi “karantina” berasal dari bahasa Latin “QUARANTA” yang berarti empatpuluh. Istilah tersebut lahir sekitar abad XIV, ketika penguasa di Venezia menetapkan batas waktu yang diberlakukan untuk menolak masuk dan merapatnya kapal yang datang dari negara lain, untuk menghindari terjangkitnya penyakit menular. Awak kapal dan penumpangnya diharuskan untuk tinggal dan terisolasi di dalam kapal selama 40 hari, untuk mendeteksi kemungkinan terbawanya penyakit.
Sejarah telah berulangkali membuktikan bahwa hama atau penyakit pada makhluk hidup, termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan, dapat menular dari satu wilayah ke wilayah Negara lain melalui lalu lintas manusia atau benda-benda yang menjadi media pembawa. Untuk hama dan penyakit hewan, penularannya dapat terjadi melalui lalu-lintas hewan dan produk-produknya, organisme pengganggu tumbuhan dapat menyebar melalui tanaman hidup dan bagian tanaman.
Sejarah Karantina Pertanian di Indonesia telah diawali sejak jaman penjajahan Hindia Belanda, hal ini diawali dengan adanya penyebaran penyakit karat daun kopi yang disebabkan oleh Hemileila vastatrix di Srilangka. Pemerintah kolonial menyadari bahwa pada saat itu perkebunan kopi di Indonesia merupakan sumber utama pendapatan. Menyadari akan ancaman penyakit tersebut maka pemerintah berusaha keras mencegah penyebaran penyakit tersebut ke Indonesia. Sebagaimana diketahui Areal perkebunan kopi berkembang luas, khususnya di Jawa, sejak Gubernur Jenderal Van den Bosch memperkenalkan Sistem Tanam Paksa ( Cultuurstelsel ) pada tahun 1832. Bertitik tolak dari kecemasan Hindia Belanda terhadap penyakit kopi, lahirlah Ordonansi 19 Desember 1877 (Staatsblad No.262) yang melarang pemasukan tanaman kopi dan biji kopi dari Srilanka. Ordonansi tersebut merupakan pertama kali yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda dalam bidang perkarantinaan tumbuhan di Indonesia.
Beberapa waktu setelah terbitnya Ordonansi pertama, terbit Ordonansi baru yaitu Ordonansi 28 Januari 1914 (Staatsblad No.161) yang mengatur tentang pengawasan terhadap pemasukan buah-buahan segar dari Australia yang dilakukan oleh seorang ahli. Penyelenggaraan kegiatan perkarantinaan secara institusional di Indonesia secara nyata baru dimulai oleh sebuah organisasi pemerintah bernama Instituut voor Plantenzekten en Cultures (Balai Penyelidikan Penyakit Tanaman dan Budidaya) Pada saat yang bersamaan dapat diketahui bahwa di daerah bagian barat Ausatralia sedang terjangkit hama lalat buah (Mediteranean Fruitfly) atau dikenal dengan nama latin Ceratitis capitata. Dari ordonansi inilah dibentuk organisasi penyelenggaraan kegiatan perkarantinaan secara konstitusi bernama Instituut voor Platenziekten en Cultures (Balai Penyelidikan Penyakit Tanaman dan Budidaya).
Pada tahun 1930 pelaksanaan kegiatan operasional karantina di pelabuhan-pelabuhan diawasi secara sentral oleh Direktur Balai Penyelidikan Penyakit Tanaman dan Budidaya, serta ditetapkan seorang pegawai Balai yang kemudian diberi pangkat sebagai Plantenziektenkundigeambtenaar (pegawai ahli penyakit tanaman)
Akan tetapi sejak tahun 1939 organisasi karantina yang melaksanakan operasional karantina tumbuhan mengalami perkembangan dan perubahan. Pada tahun tersebut telah ditetapkan Dinas Karantina Tumbuh-tumbuhan (Plantequarantine Dienst) yang menjadi salah satu Seksi dari Balai Penyelidikan Hama dan Penyakit Tanaman (Instituut voor Plantenziekten). Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian tahun 1957 Dinas Karantina Tumbuh-tumbuhan ditingkatkan statusnya dari status Seksi menjadi status Bagian.
Pada tahun 1957 dengan Keptusan Menteri Pertanian, dinas tersebut ditingkatkan statusnya menjadi Bagian.
Pada tahun 1961 BPHT diganti namanya menjadi LPHT (Lembaga Penelitian Hama dan Penyakit Tanaman) yang merupakan salah satu dari 28 lembaga penelitian dibawah Jawatan Penelitian Pertanian. Sebagai kelanjutan kegiatan perkarantinaan pasca kemerdekaan, pemerintah menetapkan Undang-undang No. 2 Tahun 1961 tanggal 17 Februari 1961 (Lembaran Negara Nomor. 9/1961) serta Peraturan Pelaksanaan Nomor. 6/PMP/1961 dan Nomor. 7/PMP/1961 yang ditunjukkan kepada Direktur Lembaga Pengawetan Alam, Kebun Raya Bogor. Adapun pelaksanaannnya dilakukan oleh senior karantina tumbuhan sebelum era TC Inspektur Karantina Tumbuhan Ciawi Bogor.
Tahun 1966 dalam reorganisasi dinas karantina tumbuhan tidak lagi ditampung dalam organisasi Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) yang merupakan penjelmaan LPHT. Kemudian Karantina menjadi salah satu Bagian di dalam Biro Hubungan Luar Negeri Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.
Pada tahun 1969, status organisasi karantina tumbuhan diubah kembali dengan ditetapkannya Direktorat Karntina Tumbuh-tumbuhan yang secara operasional berada dibawah Menteri Pertanian dan secara administratif dibawah Sekretariat Jenderal. Dengan status Direktorat tersebut, status organisasi karantina tumbuhan meningkat dari eselon III menjadi eselon II.
Perkembangan organisasi karantina selanjutnya adalah dengan ditetapkannnya Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 178/Kpts/Org/4/1973 tahun 1973 tentang pemberian kewenangan dari Jawatan Pertanian Rakyat kepada Direktorat Karantina Tumbuh-tumbuhan.
Pada tahun 1974 organisasi karantina diintegrasikan dalam suatu wadah Pusat Karantina Pertanian di bawah pengawasan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Seiring dengan perkembangan era Orde Baru, organisasi Direktorat Karantina Tumbuhan diubah menjadi Pusat Karantina Pertanian dengan dibentuk cabang Karantina Tumbuhan di seluruh Indonesia dengan status non struktural.
Tahun 1980 berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.453/Kpts/Um/Org/6/1980 tahun 1980 dan 861/Kpts/OT-210/12/1980 tanggal 21 Desember 1980, organisasi Pusat Karantina Pertanian (yang notabene baru diisi karatina tumbuhan ex Direktorat Karantina Tumbuhan), mempunyai rentang kendali manajemen yang luas. Pusat Karantina Pertanian pada masa itu terdiri dari 5 Balai (eselon III), 14 Stasiun (eselon IV), 38 Pos (eselon V)dan 105 Wilayah Kerja (non structural)yang tersebar diseluruh Indonesia.
Pada tahun tahun 1983 unsur Pusat Karantina Pertanian yang terdiri atas karantina tumbuhan dan hewan diintegrasikan. Selain itu status sebelumnya di bawah pengawasan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dialihkan kembali ke Sekretaris Jenderal dengan pembinaan operasional secara langsung di bawah Menteri Pertanian. Sementara Karantina Ikan yang masih embrio terus berproses menjadi Bidang Karantina Ikan pada Kantor Pusat Karantina Pertanian.
Pada tahun 1985 Direktorat Jenderal Peternakan menyerahkan pembinaan unit karantina hewan, sedangkan Badan Litbang Pertanian menyerhkan pembinaan unit karantina tumbuhan, masing-masing kepada Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.
Di bidang peraturan perundangan tanggal 8 Juni 1992 adalah yang monumental dan hari yang tidak terlupakan, karena Presiden Republik Indonesia menandatangani Undang-Undang No.16 tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. Perkembangan di bidang legislasi terus berlanjut dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 tahun 2000 tentang Karantina Hewan dan kemudian lahir PP No. 14 tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan.
Tahun 2001 dapat dianggap sebagai tahun tonggak sejarah bagi perkembangan organisasi karantina pertanian Indonesia. Berdasarkan Keppres Nomor. 58 tahun 2001 Karantina Pertanian telah berkembang menjadi Unit Eselon I di lingkungan Departemen Pertania. Di tahun-tahun sebelumnya dapat diketahui bahwa perkembangan organisasi karantina melalui perjalanan yang panjang, berliku dan melewati pasang surut, kini institusi karantina pertanian berada pada posisi yang sangat strategis, yakni sebagai unit eselon I di lingkup Departemen Pertanian.
Pelaksanaan ketentuan karantina pertanian pada tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran di Indonesia, akan menyumbangkan peningkatan rasa percaya diri dari konsumen baik di dalam maupun di luar negeri. Penyempurnaan organisasi Badan Karantina Pertanian dilakukan berdasar Peraturan Menteri Pertanian No.299 /tahun 2005 dengan penambahan Pusat Informasi dan dan Keamanan Hayati sebagai salah satu unit eselon II, sedangkan Pusat Tehnik dan Metoda dihilangkan.
Sejak keluarnya Keputusan Menteri Pertanian No. 22 tahun 2008 Badan Karantina Pertanian melalui reorganisasi melakukan fusi karantina hewan dan tumbuhan menjadi Karantina Pertanian, yang dilanjutkan dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 808/Kpts/KP.330/6/2008 tentang pengangkatan dalam jabatan struktural Unit Pelayanan Teknis dari Balai Besar, Balai, Stasiun Karantian Pertanian mewujudkan integrasi penggabungan karantina hewan dan tumbuhan dalam kerangka operasional di lapangan.
Karena itu kalau kita ingin mencari “ starting point “ lahirnya “ KARANTINA “ di negeri ini, tahun 1877 tersebut dapat menjadi suatu patokan. Menurut Thaib Dano, sejarah karantina suatu Negara umumnya diawali dari keluarnya peraturan perundang-undangan tentang karantina yang pertama di negeri tersebut. Di antara Negara-negara di dunia, Ordonansi yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda tahun 1877 tersebut termasuk tua serta terdokumentasikan dalam sejarah perundang-undangan karantina yang diterbitkan APHIS-US Department of Agriculture.



1.2 Latar Belakang
Saat ini kita telah memasuki era globalisasi ekonomi yang memaksa petani sebagai produsen utama produk-produk pertanian secara langsung dan tidak langsung memasuki persaingan dengan banyak produsen lain ditingkat global.
Produk-produk  pertanian tidak hanya bersaing di pasar global tetapi juga di pasar domestik. Dalam kondisi demikian persaingan menjadi semakin sengit dan ketat, produsen kuat bersaing dengan produsen lemah. Keadaan demikian yang sekarang sedang terjadi dengan produk-produk pertanian khususnya produk pangan, buah-buahan dan sayuran (Hatta, 2006).
Kita seharusnya menghadapi keadaan tersebut dengan meningkatkan kemampuan kelembagaan, teknologi, SDM, dan sumber dana sehingga globalisasi ekonomi dapat dimanfaatkan sebagai peluang terbuka untuk menumbuhkan perekonomian bangsa dan rakyat. Dengan koordinasi yang efektif dan efisien dari pemerintah, semua pemangku kepentingan termasuk petani harus berupaya secara maksimal untuk menghasilkan produk pertanian yang mampu memenuhi berbagai persyaratan teknis yang diminta oleh konsumen global.
Di dalam dunia pertanian tidak terlepas dari hama yang menyerang. Sehingga petani harus siap siaga untuk mencegah masuknya hama tersebut. Para petani juga harus mengetahui bagaimana cara mennggulangi hama tersebut.
Dalam makalah ini akan di bahas mengenai pengawasan dan pencegahan penyebaran hama tanaman oleh badan karantina.
1.3     Tujuan Pembuatan Makalah
·        Mahasiswa bisa mengetahui bagaimana cara mengendalikan penyebaran hama tanaman melalui badan karantina tumbuhan.
·       


BAB II
PROSPEK PENGEMBANGAN
Institusi Karantina ( hewan maupun tumbuhan ) dibentuk dengan tujuan mencegah agar hama dan penyakit hewan “asing” dari luar negeri tidak menulari ke dalam negeri serta mencegah penularannya antar wilayah di dalam negeri. Sebagaimana diketahui “eksplosi” suatu hama dan penyakit hewan maupun organisme pengganggu tumbuhan dapat menimbulkan akibat yang signifikan bagi produksi hasil pertanian dan peternakan. Beberapa ahli pernah membuat suatu perkiraan bahwa kerugian tahunan akibat serangan hama, pathogen dan gulma pada tanaman perkebunan saja berkisar 13,8% (hama), 11,6% (pathogen) dan 9,5% (gulma). Cukup banyak contoh data kerugian yang disebabkan keganasan hama dan penyakit hewan dan organisme pengganggu tanaman. Pada abad ke XV, selama kurun waktu 50 tahun, penyakit ” Sampar Sapi ” ( Rinderpest ) di Eropa menimbulkan kematian sekitar 200 juta ekor sapi.
Merupakan hal yang penting bahwa produk pertanian dan pangan Indonesia yang akan memasuki perdagangan internasional harus sesuai dengan standar Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS) dan persyaratan keamanan pangan yang diminta oleh pasar dunia.
Studi menyimpulkan bahwa bagi negara-negara yang kurang atau belum menerapkan standar SPS, memberikan risiko akan akses pasar, sehingga akan menyulitkan persaingan dan potensi pengembangan perekonomian yang didasarkan pada ekspor produk pertanian terutama pangan.
Penyelenggaraan karantina saat ini berbeda dengan sebelumnya yang tidak hanya mencakup pencegahan penyebaran Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK); tetapi juga menyangkut Keamanan Pangan, Lingkungan dimana didalamnya tedapat komponen Keanekaragaman Hayati.
Dengan berdirinya Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) pada tahun 1995 dengan aturan-aturannya yang diterapkan pada perdagangan komoditas pertanian, kesehatan tanaman telah menjadi isu kebijakan pokok dalam perdagangan. Persetujuan SPS menetapkan persyaratan-persyaratan, berdasarkan asas ilmiah dan penilaian risiko, untuk melindungi industri pertanian dari HPHK dan OPTK, saat yang sama juga memfasilitasi perdagangan komoditas pertanian termasuk kemungkinan larangan dengan ketentuan harus transparan dan secara teknis ilmiah dapat dipertanggung jawabkan.
Annex A defenisi SPS menjelaskan fungsi karantina ditempatkan dalam fungsi pertama. Fungsi Karantina dilaksanakan dengan melakukan tindakan karantina, yaitu melakukan pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan terhadap komoditas sebagai media pembawa HPHK dan OPTK. Dari sisi operasional yang juga berdasarkan hukum internasional, karantina. pertanian sebagai salah satu sistim operasional Custom, Immigration, and Quarantine (CIQ) di setiap pintu masuk dan keluar termasuk pos perbatasan sebagai pelaksana law enforcement terhadap pengawasan lalu lintas komoditas dengan berdasar peraturan baik nasional maupun internasional.
Pada dasarnya karantina ini memiliki prospek yang sangat baik bagi pertumbuhan dan kemajuan pertanian di Indonesia, apabila badan karantina ini berfungsi dengan baik, sehingga hama maupun penyakit yang dating dari daerah lain yang dibawa melalui tanaman atau hewan bisa dicegah masuknya melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh badan karantina yang ada.
Sumber :
Badan Karantina Pertanian – Departemen Pertanian 2006.


BAB III
IMPLEMENTASI

Karantina merupakan bagian integral program ketahanan pangan dan aspek perlindungan keamanan pangan dari cemaran biologis berupa organisme penggangu (Hamzah, 2002). Karantina mencegah pada lini pertama dari ancaman masuknya OPT asing dapat terbawa pada komoditas petanian, orang , dan barang.
Setiap tumbuhan dan bagian-bagiannya yang dilalu-lintaskan antar Negara selalu mempunyai risiko sebagai pembawa OPTK yang dapat mengancam produksi pertanian. Oleh karena itu, setiap media pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah RI atau yang dilalulintaskan antar area di dalam wilayah RI dikenakan tindakan karantina. Tindakan karantina meliputi ; pemeriksaan, pengasingan, pengamanan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan pembebasan.
1.1       Peran Karantina Pertanian Dalam Sistim Perlindungan
Sesuai Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, Karantina didefinisikan sebagai tempat pengasingan dan atau tindakan dalam rangka upaya pencegahan masuk dan menyebarnya hama dan  penyakit  untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati hewan, ikan, dan tumbuhan.
Dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan sebagai dasar hukum penyelenggaraan karantina, diamanahkan bahwa perlunya kekayaan tanah air dan wilayah Negara Indonesia yang kaya akan sumberdaya alam hayati untuk dijaga, dilindungi dan dipelihara kelestariannya dari ancaman dan gangguan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan Organisme Pengganggu Tanaman Karantina (OPTK). Ancaman kelestarian dan keamanan hayati akan menimbulkan dampak yang sangat luas pada stabilitas ekonomi, keberhasilan usaha agribisnis dan kestabilan ketahanan pangan nasional.
Dengan demikian Pemerintah Indonesia telah menetapkan pilihan bahwa salah satu strategi didalam melindungi kelestarian sumberdaya alam hayati hewan dan tumbuhan adalah melalui “Penyelenggaraan Perkarantinaan Hewan dan Tumbuhan ”     
 Tujuan perkarantinaan Hewan dan Tumbuhan di Indonesia adalah :
  1. Mencegah masuknya hama penyakit hewan karantina (HPHK) dan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia serta penyebaran dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia;
  2. Mencegah keluarnya hama dan penyakit hewan karantina ke luar negeri; dan
  3. Mencegah keluarnya organisme pengganggu tumbuhan tertentu dari wilayah Negara Republik Indonesia ke luar negeri apabila dipersyaratkan oleh negara tujuan.
Walaupun karantina diartikan sebagai tempat dan tindakan, ruang lingkup pengaturan dibidang perkarantinaan meliputi :
  1. Persyaratan Karantina;
  2. Tindakan Karantina;
  3. Kawasan Karantina ;
  4. Jenis-jenis hama dan penyakit, media pembawa dan daerah sebarnya; dan
  5. Tempat-tempat pemasukkan.
Ruang lingkup objek yang berkaitan dengan karantina berkaitan dengan orang, alat angkut dalam perhubungan, hewan dan produk hewan, tumbuhan dan produk tumbuhan, barang-barang  perdagangan lainnya yang dilalulintaskan, diletakkan pada prinsip bahwa segala sesuatu yang ditetapkan berdasarkan penilaian risiko dapat ditetapkan menjadi media pembawa hama dan penyakit hewan serta organisme pengganggu tumbuhan
Perkarantinaan diselenggarakan berdasarkan asas kelestarian sumberdaya alam hayati hewan, ikan dan tumbuhan.  Hal ini mengandung arti bahwa segala tindakan karantina yang dilakukan semata-mata ditujukan untuk melindungi kelestarian sumberdaya alam hayati hewan, ikan dan tumbuhan dari serangan hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina atau organisme pengganggu tumbuhan karantina, dan tidak untuk tujuan-tujuan lainnya.”
Pada saat ini ancaman yang dapat mengganggu kelestarian sumberdaya alam, ketenteraman dan kesehatan masyarakat, kesehatan pangan, gangguan terhadap  produksi sektor Pertanian/perikanan dan kehutanan, serta lingkungan telah didefinisikan sebagai ancaman yang perlu untuk dicegah masuk dan menyebar.
Ancaman yang secara global telah diidentifikasi dapat dikendalikan efektif  melalui penyelenggaraan perkarantinaan antara lain adalah: 1) Ancaman terhadap kesehatan hewan dan tumbuhan;  2) Invassive Species; 3) Penyakit Zoonosis; 4) Bioterorism; 5) Pangan yang tidak sehat termasuk GMO yang belum dapat diidentifikasi keamanannya; 6) Kelestarian Plasma nutfah/Keanekaragaman hayati; 7)  Hambatan Teknis Perdagangan, dan 8) Ancaman terhadap kestabilan perekonomian nasional.   Ancaman-ancaman tersebut dapat juga dikelola dengan baik agar tidak masuk dan menyebar ke dalam negeri melalui kegiatan pemeriksaan dan sertifikasi karantina.
1.2 Peran Karantina Dalam Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional diatur oleh organisasi perdagangan dunia yang disebut World Trade Organization (WTO), dalam implementasinya organisasi tersebut menerbitkan berbagai perjanjian yang berkaitan dengan pengaturan dan prosedur dibidang perdagangan internasional.  Beberapa perjanjian yang telah diterbitkan antara lain yaitu:
·       General Agreement on Tariffs and Trade;
·       Agreement on Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights (TRIPS);
·       Agreement on Aplication of Sanitary and Phytosanitary Measure (SPS).
SPS-agreement atau perjanjian SPS diberlakukan untuk mengatur tatacara perlindungan terhadap kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan serta lingkungan hidupnya dalam hubungannya dengan perdagangan internasional.  Kesepakatan SPS berlaku dan mengikat secara global seluruh negara yang menjadi anggotanya.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara anggota WTO, yang telah menyepakati piagam berdirinya organisasi tersebut dan diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994.  Oleh karena itu Negara Indonesia berkewajiban memenuhi kesepakatan internasional tersebut. Dasar hukum penyelenggaraan karantina hewan, ikan, dan tumbuhan yaitu Undang- undang Nomor 16 Tahun 1992 dalam uraian penjelasannya telah mengamanatkan bahwa penyelenggaraan perkarantinaan merupakan wujud dari pelaksanaan kewajiban internasional.
Sesuai dengan implementasi perjanjian SPS dalam perdagangan internasional maka peran Barantan adalah: 1) Mengoperasionalkan persyaratan teknis (persyaratan karantina) impor yang ditetapkan di tempat pemasukkan dalam upaya tindakan perlindungan terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan; 2) Memfasilitasi ekspor komoditas pertanian melalui pemeriksaan, audit, verifikasi dan sertifikasi karantina ekspor agar persyaratan teknis yang ditentukan negara pengimpor dapat terpenuhi; 3) Turut serta memverifikasi persyaratan teknis Negara tujuan ekspor agar tetap dalam koridor perjanjian SPS;  4) Barantan ditetapkan sebagai ‘Notification Body’ dan ‘National Enquiry Point’ SPS, peran tersebut merupakan salah satu bentuk dari komunikasi persyaratan teknis (dengan organisasi internasional dan Negara mitra) yang akan diberlakukan.

3) Peran Karantina dalam mewujudkan Pertanian menjadi basis perekonomian nasional (sesuai amanat perioritas RPJM II 2010-2014)
Untuk dapat menjadi basis perekonomian nasional, maka komoditas pertanian Indonesia harus memiliki daya saing pasar yang kuat baik domestik maupun pasar internasional. Keberlanjutan perekonomian yang ditunjang oleh komoditas pertanian, dan kontribusi pada perdagangan serta pasar internasional ditentukan oleh banyak faktor, beberapa faktor utama antara lain:
  1. Kualitas dan kontinyuitas komoditas pertanian itu sendiri, yang didukung oleh informasi tatakelola produksi yang baik (GAP/GFP/SOP dll);
  2. Kemampuan promosi dan negosiasi internasional dengan prinsip saling menguntungkan;
  3. Keberadaan dan status penyakit;
Satu satunya faktor yang didefinisikan sebagai hambatan teknis adalah keberadaan/status penyakit, yang berdasarkan ketentuan internasional berkaitan dengan prevalensi hama dan penyakit serta organisme penganggu tumbuhan disuatu area/kawasan, sistem surveylans yang dimiliki dan dilaksanakan, dan sistem pengendalian yang dibangun. Banyak faktor yang berhubungan dengan ancaman resiko penyakit pada hewan dan tumbuhan, serta status penyakit di suatu area, antara lain yaitu:
  1. Globalisasi perdagangan;
  2. Keberadaan media pembawa hama dan penyakit;
  3. Industrialisasi/intensifikasi pertanian;
  4. Kelayakan sistem perlindungan tanaman, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner nasional.
  5. Daya tahan genetik dari hewan dan tumbuhan, dan
  6. Kemampuan dan kualifikasi SDM di bidang kesehatan hewan dan tumbuhan, serta kelayakan sarana dan prasarana penunjang.
Peran Karantina Pertanian dalam hubungannya meningkatkan daya saing komoditas Pertanian adalah:
  • Mempertahankan dan meningkatkan status bebas, dan mempersempit dan membatasi area penyebaran hama dan penyakit.  Sebagaimana diketahui bahwa status penyakit suatu Negara merupakan hal yang paling strategis dan menentukan dalam penentuan posisi perdagangan internasional produk-produk Pertanian.
  • Menyampaikan laporan ‘Pest List’, kejadian, keberadaan serta status penyebaran hama dan penyakit tumbuhan kepada mitra dagang dan organisasi internasional di bidang perlindungan tanaman (IPPC) sebagai salah satu kewajiban internasional.
  • Menetapkan area/kawasan serta status area komoditas unggulan ekspor (Pest free area, pest production area, pest production site, dan  Area of Low Pest Prevalence -ALPP);
  • Berkontribusi pada negosiasi penetapan persyaratan teknis Negara pengimpor;
  • Melakukan audit, verifikasi, pemeriksaan dan sertifikasi karantina ekspor untuk menjamin kesesuaian persyaratan teknis Negara pengimpor yang telah disepakati, sehingga akses pasar ekspor tidak terganggu karena adanya penolakan kiriman barang ekspor (Notification of non Compliance)
Fungsi utama Kementerian Pertanian yang diperankan Badan Karantina Pertanian adalah berhubungan dengan menjamin tersedianya sumberdaya pertanian yang berkelanjutan dalam menjamin tersedianya suplai yang cukup, serta jaminan keamanan pangan yang berkaitan dengan kualitas suplai pangan yang sehat dan ketenteraman masyarakat dalam mengkonsumsi pangan halal, melalui kegiatan pengawasan dan sertifikasi impor dan ekspor, verifikasi dan audit kesesuaian persyaratan teknis. Penetapan kawasan/area dan sertifikasi karantina antar area juga diperankan Karantina Pertanian dalam rangka memenuhi daya saing pasar internasional.
Ketiga peran tersebut di atas pada prinsipnya merupakan satu kesatuan peran dari penyelenggaraan karantina pertanian dan pengawasan keamanan hayati sebagaimana tupoksi Barantan. Oleh karena itu, dengan peran yang strategis tersebut maka setiap instansi terkait dan masyarakat perlu memberikan dukungan yang memadai dalam pencapaian visi, misi, dan tujuan strategis Barantan.
Sumber :
Badan Karantina Pertanian Berantan – Departemen Pertanian 2010.





















BAB IV
KENDALA IMPLEMENTASI

Dalam pelaksanaan tugasnya di lapangan kiranya (menurut hasil penelitian penulis) masih terdapat berbagai macam hambatan yang ditemui oleh Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan yang dapat daiuraikan sebagai berikut :
Tenaga personil belum mampu untuk mengungkapkan temuana-temuan yang menonjol akibat kurangnya penguasaan mengenai materi, terutama di bidang:
1. Personil
Teknis (pemeriksaan) mengingat tenaga personil yang mempunyai bidang keahlian pada satu hal sangat kurang, misalnya tenaga yang memahami masalah tumbuhan dan hewan dan sebagainya.
Dari tenaga personil yang ada dirasakan sangat kurang sekali, mengingat banyaknya jumlah jenis tumbuhan dan hewan yang akan diawasi dan diproses. Jika dibandingkan dengan keadaan dan situasi serta luas wilayah kerja/bidang pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan, maka idealnya aparat pengawasan yang harus ada di daerah Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan dapat disesuaikan.
2. Sarana Pendukung Operasional
Dalam menjalankan tugasnya para pemeriksa pada Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan pada umumnya peralatanyang dipergunakan kurang didukung oleh teknologi yang canggih sehingga mengakibatkan pemeriksaan terhadap tumbuhan dan hewan yang membahayakan bagi kesehatan kurang dapat diperiksa dengan hasil yang maksimal.


3. Tindak Lanjut
Hambatan yang dirasakan lainnya adalah saeringnya tindak lanjut hasil pemeriksaan kurang ditanggapi/tidak ditanggapi oleh pihak yang menjadi obyek yang diperiksa, sehingga aparat pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan seolah-olah dianggap bekerja hanya untuk main-main dan menjadikan objek yang diperiksa meremehkan aparat pengawasan.
 4. Mentalitas Aparat Yang Diperiksa
Adanya objek yang diperiksa (khususnya tumbuhan dan hewan) dimana pemilik tumbuhan dan hewan atau suatu badan usaha belum menyadari betapa pentingnya arti pengawasan sehingga mereka merasa antipati apabila pihak Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan melakukan pemeriksaan dan mengakibatkan ditemuinya kesulitan-kesulitan yang seharusnya tidak terjadi dalam proses pemeriksaan.
5. Pengusaha Abaikan Sertifikasi Karantina
Pelaku usaha dinilai masih mengabaikan proses sertifikasi Balai Besar Karantina Tumbuhan Belawan, Medan. Penilaian itu didasarkan pada banyaknya kasus penolakan produk Indonesia melalui Pelabuhan di luar negeri yang tidak memenuhi standar sertifikasi di negara tujuan ekspor.
Pelaku usaha tidak serius melengkapi sertifikasi yang diminta negara tujuan. Tanpa kelengkapan itu produk mereka tidak akan bisa diterima. Pengusaha ingin mengambil keuntungan sebesar-besarnya dengan mengabaikan sertifikasi.
Balai Besar Karantina Tumbuhan menyesalkan keengganan pengusaha melakukan melaporkan produknya kepada balai karantina. Tindakan pengusaha itu, kata dia, berdampaknya pada kelangsungan ekspor produk serupa di negara tertentu. “Padahal tujuan pemerintah memberlakukan sertifikasi pada setiap produk ekspor untuk melindungi kepentingan usaha. Jika tidak dilakukan, selain terjadi penolakan barang, kredibilitas balai karantina akan turun di mata dunia internasioal.28 Dari catatan Kantor Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan sepanjang tahun 2009 terdapat enam kasus penolakan produk Indonesia. Kasus penolakan produk itu terjadi untuk pelapis lantai dari kayu pada Januari 2009 sebanyak enam kontainer dengan negara tujuan Guatemala. Pada Februari, produk biji cokelat sebanyak 58.000 kilogram (kg) dengan tujuan Singapura.
Pada bulan yang sama, produk kayu karet 19.112 kg ditolak untuk negara tujuan China. Pada Oktober, 72.000 kg lidi sawit ditolak otoritas pelabuhan Pakistan, dan pada bulan yang sama Jepang menolak produk 7.775 batang bunga sansieviera. “Semua kasus penolakan produk itu karena tidak lengkap syarat sertifikasi yang diminta negara tujuan.
Kasus penolakan produk Indonesia di luar negeri bisa dipastikan lebih dari enam kasus selama 2007. Enam kasus yang ada dalam data BBKT adalah kasus yang sempat tersimpan dalam dokumen tertulis saja. Banyak pengusaha yang baru minta sertifikasi setelah barang berada di tempat tujuan.30
Sumber :
- Hasil Wawancara Dengan Hafni Zahara Kabag Pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan Tanggal 17 Desember 2010



  





BAB V
PENUTUP

            Pada dasarnya karantina tumbuhan bertujuan untuk kencegah masuknya hama maupun penyakit yang berasal dari daerah yang satu kedaerah yang lain baik tingkat regional maupun internasional, dengan adanya pelaksanaan karantina tumbuhan, kita dapat setidaknya mencegah masuknya hama baru kedaerah yang lain, namun kendala yang sering dihadapi dilapangan adalah masih kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung dalam pelaksanaan karantina ini, misalnya personil yang masih belum mengerti tentang tumbuhan, baik dari segi hama maupun penyakit, kurangnya peralatan pendukung, mentalitas para personil dilapangan yang terkadang masih belum bekerja secara professional serta pengusaha yang masih belum sadar arti penting dari sebuah badan karantina.
            Tujuan utama yang ingin dicapai dengan adanya karantina baik hewan maupun tumbuhan adalah melindungi produk - produk pertanian baik mulai dari tahapan pasca panen maupun setelah panen, yang berimbas pada produktivitas dan kualitas hasil panen yang dicapai akan semakin lebih baik dan optimal, dengan adanya pencapaian hasil yang demikian maka akan berimbas pada pendapatan petani yang hasil produksinya dapat bersaing dengan produk yang berasal dari negara lain.                        










DAFTAR PUSTAKA

Hatta, Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT dan WTO : Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum, PT Refika Aditama, Jakarta, 2006
Hasil Wawancara Dengan Hafni Zahara Kabag Pengawasan Balai Besar
           Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan Tanggal 17 Desember 2010.
Badan Karantina Pertanian Berantan – Departemen Pertanian 2010.
Badan Karantina Pertanian – Departemen Pertanian 2006.